Di masa lalu aku pernah mencarinya. Lebih tepatnya, mencuri.
Sore itu aku berlari di sepanjang rel, mengejar kereta tua yang gemuruh. Menarik batang tebu, lantas bersama beberapa teman, termasuk sahabat kecilku Din (dimana kau sekarang Din?), menjauh dari suara teriak pengawas yang marah. Bertelanjang kaki. Wajah kecil yang beringus dan penuh keringat. Lelah namun puas karena telah menaklukkan sesuatu.
Entah kenapa, ingatan akan hari-hari mencari tebu itu bermain kembali di pelupuk mataku.
Selain karena satu momen yang ditakdirkan hadir, tapi juga karena akhirnya kusadari, aku tak pernah sungguh2 berubah.
Aku masih tetap memilih untuk berlari, mencari tebu lain untuk ‘dicuri’. Meski itu bukan pertaruhan yang mudah.
Tapi, bukankah sebagian orang memang ditakdirkan untuk tak berhenti?
Dan terjebaklah aku di sini. Pelarian yang lain.
Dan bukan tanpa resiko. Termasuk bangun di kamar kos. Sendiri…
Filed under: perjalanan | Tagged: kamar kost, pelarianku, tebu |
:))
bukankah hal sperti itu yang membuat hidup lebih “hidup”..
semangatlah.. semua akan indah pada saatnya.