The Five People You Meet in Heaven

Baru saja selesai membaca terjemahan buku Mitch Albom, The Five People You Meet in Heaven. Buku yang beberapa lama telah ingin kubaca, tapi baru minggu ini terbeli.

Kisahnya sederhana. Tentang Eddie Maintenance, seseorang yang sangat biasa,  yang meninggal dan menjalani perjalanan spiritual untuk menyelesaikan konflik2 batiniah selama ia hidup.

Terlepas dari kepercayaan tentang hidup setelah mati yang berbeda antar pemeluk agama, buku ini cukup bagus untukku yang masih hidup. Setidaknya, bagiku ia mengingatkanku pada beberapa kalimat lama.

Pertama adalah, tak ada yang kebetulan dalam hidup ini. Semua peristiwa dalam hidup kita terkait. Terkait dengan masa lalu, dengan masa depan. Baik milik kita maupun orang lain. Semua memiliki tujuan. Kelahiran, kematian, rasa sakit, kehilangan, semua tidak berlangsung dengan sia-sia..

Kedua, seharusnya kita berusaha memaafkan siapapun. Apapun. Rasa sakit, apalagi dendam, mungkin bisa membuat kita bertahan hidup, tapi layaknya pisau bermata dua, iapun melukai kita diam-diam..

Ketiga, jelas buku ini mengingatkanku tentang kematian. Kematianku sendiri yang makin dekat. Seharusnya aku melakukan yang terbaik dalam hidup…  😦 Hmmhhh…

Ini link download versi Inggrisnya… : 2shared

9 dari Nadira, by Leila S Chudori

Masih belum bisa lepas..

9

Pagi itu Nadira menemukan sosok Sang Ibu di lantai dingin, terbaring bukan karena sakit atau terjatuh, tetapi karena dia memutuskan : hari ini aku bisa mati. Lantas mengalirlah cerita pendek beruntun yang berisi cinta, penderitaan, kesia-siaan, pengorbanan, lantas titik balik dimana segala menjadi terang. Atau seakan benderang. Masa lalu kelabu. Masa depan antah berantah yang entah kenapa hadir. Kepahitan yang menggerak-gerakkan ujung takdir.

Mungkin Ibu tak pernah bahagia, kata Nadira. Begitu pula ia. Tapi bagi pecinta setia Malam Terakhir, kumpulan cerpen Leila 20 tahun lalu, kebahagiaan cinta yang hadir lewat acara sinetron di televisi kita saat ini jadi tak terlalu penting. Semu bahkan. Yang lebih penting adalah pertanyaan Seno Gumira untuk buku ini. Cinta itu membahagiakan, atau menyakitkan?

9 dari Nadira tak menjawab lugas. Karena jawaban, bagi sebagian besar tokoh buku ini, sulit ditemukan. Pertanyaanlah yang sungguh-sungguh bermakna. Kumpulan cerpen inipun terus berpusar dalam kumparan problem psikologis. Masa kecil, masa lalu menghunjam, kadang mencabik.

Nadira, Kematian Tak Selalu Indah..

Perahu Kertas

Perahu Kertas

Perahu Kertas. Bagiku, buku ini mengingatkanku pada impian-impian masa kecil. Sesuatu yang seringkali kita lupakan. Padahal, seperti kata Keenan, “ Jalan kita mungkin berputar, tapi satu saat, entah kapan, kita pasti punya kesempatan untuk jadi diri kita sendiri.”

Kalimat itu menusukku dalam. Melihat diriku sendiri, terasa ada hal-hal yang hari ini harus aku kompromikan demi kelangsungan hidup. Demi situasi yang disebut : realita. Namun, selalu ada yang tak boleh dilupakan. Bagi Keenan itu adalah impian menjadi pelukis, bagi Kugy itu adalah cita-cita menjadi penulis dongeng. Bagiku, itu adalah cita-cita untuk menolong, memberi inspirasi, membuka  jalan, membagi semangat dan keberanian bermimpi, pada lebih banyak orang.

Perahu Kertas memang tak se‘berat’ novel Dee yang dulu. Ia lebih ‘muda’. Tapi dengan liku-likunya kita diajak berkaca pada labirin cinta yang berkabut. Pusaran energi antara Keenan, Kugy, Remi dan Luhde.

Lantas pada akhirnya, kejujuran hatilah yang menang. Mungkin menyakitkan, namun pada akhirnya lebih menentramkan. Setidaknya, agar kita tak hidup dalam kepalsuan.

Kepalsuan sebuah hubungan. Kepalsuan sebuah karir. Kepalsuan rasa bahagia. Kepalsuan hidup. Bukankah sebagian kita tenggelam di dalamnya?

Here the synopsis..

Rahasia Sebelum Mati

Sebelum mati, agar kita tak menyesal, kata John Izzo, inilah hal2 yang mesti diketahui :

1. Jujur dan kenalilah panggilan hati. Impian. Hasratmu yang terdalam.

2. Beranilah mengambil resiko, terutama jika itu menyangkut panggilan hati dan  impian2mu. Jika tidak, satu hari nanti sangat mungkin kita akan menyesal.

3.  Belajarlah mencintai.

4.  Hayati tiap detik hidup. Tiap huruf yang kau baca. Tiap kalimat yang kau ketik. Karena hari ini takkan terulang. Jangan menyesali masa lalu, ataupun risau tentang masa depan.

5. Banyak-banyaklah memberi.

Mungkin lima hal itu bukanlah rahasia. Tapi sayangnya, aku sudah lama sekali tak mengingatnya. Untukku, buku ini bagus. Bagaimana menurut Anda?

izzo

Telah diterjemahkan dan diterbitkan oleh Ufuk Press, November 2008.

For One More Day, Ibu…

baru saja menyelesaikan buku For One More Day-nya Mitch Albom.
buku itu mengingatkanku pada sosok ibu.

ibuku.

ah, adakah yang bisa menggantikan ibu?

bahkan ketika hariku kini telah lewat di atas 30.

beberapa keputusanku, adalah hasil dari didikannya.
sebagian pilihanku, terpengaruh oleh nilai2nya.
dan aku yakin, sebagian besar pencapaianku, terjadi karena doanya.

For One More Day mencambuk keras tentang minimnya rasa syukurku karena masih bisa bertemu ibu.

Bu,

matur nuwun sanget Bu….

Taman adalah simbol pikiran

Taman adalah simbol pikiran. Jika engkau merawatnya, bunga-bunga akan bermekaran. Jika kau biarkan racun pikiran bertebaran, kedamaian pikiran dan harmoni batin akan hilang darimu.

Jagalah pintu gerbang tamanmu, jangan biarkan satupun pikiran negatif muncul. Biasakan berpikir jernih dan sederhana.

Selalu ingat, bahwa kita tidak bisa mengendalikan dunia di sekitar kita. Tapi kita dapat mengendalikan pikiran kita, respon pikiran kita terhadap dunia. Ada perbedaan bermakna saat kau lihat cangkir setengah penuh dan bukan setengah kosong. Ketika kau membentuk kebiasaan mencari hal positif dalam setiap situasi, hidupmu akan bergerak menuju dimensi tertinggi. Kamu mulai mengendalikan takdirmu.

Dan satu hal : tidak ada kesalahan dalam hidup. Yang ada hanya pelajaran. Tidak ada pengalaman negatif. Yang ada adalah kesempatan untuk berkembang, belajar, dan kemajuan sepanjang jalan menuju penguasaan diri. Dari perjuangan muncul kekuatan. Bahkan rasa sakit dapat menjadi guru yang sangat baik.

disarikan dari  Robin Sharma, The Monk Who Sold His Ferrari

Ayat-Ayat Cinta

Sudah lama novel itu terlihat sudut mata di tumpukan rak toko buku. Di dekatnya ada sepotong kertas bertuliskan “best seller”.

Tapi entah kenapa tak ada ‘chemistry’ yang menjalin saya dengan buku itu. Lain dengan Laskar Pelanginya Andrea Hirata misal. Ataupun Veronica Memutuskan Mati-nya Paulo Coelho. Hingga meski beberapa kali terpegang, buku itu tak pernah terbeli.

Sampai beberapa hari yang lalu seorang kawan les bahasa Inggris meminjamkan buku bersampul kuning emas itu pada saya. Memegangnya dengan enggan, tapi karena saya harus menjaga perasaannya, buku itupun masuk ke dalam tas. Kapan akan kubaca jika tugas-tugas menumpuk tak henti? Baca lebih lanjut