saat aku bertanya pada seorang kawan tentang pilihan, dan ia menjawab dengan sebuah surat. sebuah surat yang indah…
Alhamdulillah, kamu lagi diberi banyak kesempatan. Alhamdulillah, sedang disuguhkan pilihan-pilihan. Ingat-ingatlah rasa itu: berada di depan pintu-pintu terbuka. Ingatlah rasa ini manakala suatu hari nanti kamu berada di depan pintu-pintu tertutup agar kamu ingat bahwa segala sesuatu mengenal musim. Pasang-surut. Tapi ketika berhadapan dengan pintu tertutup, tetap bersyukurlah, karena setidaknya kamu tidak akan kebingungan harus memilih yang mana 😉
Tentang jalan mana yang harus kamu pilih, pilihlah jalan yang membuat hatimu bergetar. Pilihlah jalan yang membuatmu merasa bersemangat dan berpengharapan, rendah hati dan aktif. Kalau membuat kamu malas, enggan… aku pikir itu bukan jalan untuk kamu tempuh.
Jangan pernah takut soal rizki. “Belahan jiwa” kita akan mencukupi. Sekali lagi mencukupi. Tidak berlebihan, tidak kekurangan. Percayalah, kecukupan akan selalu datang tepat pada waktunya.
Kamu boleh minta pendapat guru-gurumu, tapi menurutku dengarkanlah pendapat dari Guru Sejati. Dengarkanlah ucapanNya yang tanpa kata-kata — hanya bisa didengar melalui rasa.
Kamu boleh ke kota itu untuk menimbang-nimbang, tapi jangan lupa untuk pulang. Bahkan sebelum, selagi dan setelah ke mana-mana sebaiknya kamu pulang. Pulang ke intimu. Berpasrahlah. Berserahdirilah. Tidak perlu minta ini-itu karena kita nggak tahu apa yang harus kita minta… karena kita sendiri buta terhadap apa yang terbaik untuk diri kita. Percayalah, ketika kamu sudah benar-benar ikhlas… sudah ridho utuh, penuh, seluruh… kakimu bisa melangkah di jalan mana kamu harus melangkah, tanpa kamu harus menggerakkan apa-apa.
Apapun pilihanmu, jalan manapun yang akan kamu tempuh, ketahuilah bahwa sebenarnya semua itu sudah diatur oleh Sang Belahan Jiwa. Dia telah mengatur semua itu dengan detail. Sedetail-detailnya. Tidak ada satu noktah kecilpun yang luput. Jadi seandainya, kelak kamu merasa bahwa kamu telah salah melangkah, itu sebenarnya bukan kesalahan. Memang sudah semestinya jalannya seperti itu.
Aku setuju bahwa ini bukan perang. Kamu hanya melengkapi jalan yang mesti kamu tempuh. Memenuhi perjalanan takdirmu. Melengkapi mozaik masa depanmu. Benar kan komentarku kemarin… bahwa kamu sudah bisa melihat… bahwa gunung sebenarnya bukan gunung…
Akhirnya, aku tutup dengan kata-kata dari guru kita, The Warrior of Light:
For the warrior of light
there are no ends, only means.
Life carries him from unknown to unknown.
Each moment is filled with thrilling mystery:
the warrior does not know
Filed under: perjalanan, seputar hidupku | Tagged: jalan, pilihan2, surat | 4 Comments »