Sebongkah Doa untuk Jakarta

miskin1.jpg

Baru 2 hari di Jakarta, dan sudah kepingin pulang. Emang, dasar wong ndeso.. 🙂

Tapi terasa memang kalo kota ini sudah terlalu sumpek. Setidaknya buatku. Jadi bertanya dalam hati, kenapa ya ibukota negaraku seperti ini? Padahal kata seorang teman, di Jakartalah lebih dari 80% uang negeri ini berputar.

Kalau memang demikian, mengapa uang yang banyak itu tak bisa memperbaikimu, Jakartaku? Atau karena uang sebanyak itu sebenarnya cuma dimiliki oleh segelintir orang saja, para kapitalis dan pejabat korup?

Entah.

Kuharap itu cuma prasangka buruk. Tapi kalau toh benar, maka kurasa mereka masih berbaik hati. Setidaknya mereka tetap menyisakan sesuatu bagi rakyat kecil.

Yakni sungai berbunga sampah…

sungai-sampah.jpg

Ya Allah, jadikanlah kami bangsa yang besar. Yaitu bangsa yang berani memaafkan mereka yang pantas dimaafkan. Juga bangsa yang berani menghukum mereka yang sungguh bersalah. Kabulkanlah ya Allah… Amin ya Rabbal alamin…

foto diambil dari internet, alamatnya lupa..

“Tumbuh Berakar”

pohon.jpg

“Hidup cuma sekali, untuk itu mesti berarti.
Tapi hidup yang tumbuh tak selalu mesti menjulang tinggi.
Tumbuh dan berarti juga bisa dengan mengakar, daun rimbun melindungi.
Hidup dengan kesadaran penuh akan kini yang fana, mencintai seremeh apapun yang dikerjakan, memberi kasih sayang terluas yang bisa, dan tak lepas dari rasa syukur pada tiap tetes kehidupan yang dilimpahkan. “

‘ Itu lebih dari cukup.’

Forrest Gump

forrest.jpg

seseorang menulis untukku.
Tawaran bisa datang dalam bentuk macam-macam.
Pilihan hidup HARUS didasarkan pada tujuan hidup, BUKAN sekedar untuk mengambil jalan pintas yang akan disesali kemudian.

Nice quote!

lantas pagi ini nonton lagi Forrest Gump.
film yang menunjukkan sisi kuat dan tak kenal takut dari sikap sederhana, tulus dan lurus.
tapi tetap menikmati tiap detik hidup.
sikap pasrah pada garis takdir, sekaligus membuka peluang pada tiap detail perubahan yang disodorkan semesta.

Forrest Gump juga berkisah tentang nasib Jenny, kekasih tercinta Forrest yang tak pernah berhenti mencari.
meski pada akhirnya tahu, seperti juga Chairil anwar menulis menjelang kematiannya,

hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

“masa depan”

“berumah di desa, terus menulis dan berbagi untuk dunia, menyembuhkan pasien2ku dengan sempurna, membesarkan anak2ku penuh kasih sayang,
menyebarkan ilmu pada sesama, menyiapkan pertemuan dengan Gusti Allah tercinta…”
sumilir angin

Perjalanan Ke Barat(2)

Kereta menuju Barat melaju cepat. Tempat duduk hanya terisi sebagian. Ada ibu-ibu ngerumpi di depannya. Seorang mahasiswi membawa helm duduk di dekat pintu. Matahari tengah hari terasa menyengat. Tak ada AC. Cuma kipas angin berputar malas di atap kereta.

Lelaki itu duduk sendiri. Dengan ransel berisi laptop dan segumpal pakaian, ia layaknya seorang pengembara. Dan sungguh, bukankah tiap jiwa kita sebenarnya adalah pengembara?

Lelaki itu teringat dengan masa-masa sulit dalam hidupnya. Ketika ia bahkan sempat ’menjual diri’, mengirim surat pada puluhan daerah di Jawa dan Sumatra. Semua percuma. Semua berakhir sia-sia. Tak ada satupun yang bersedia membantu. Meskipun ia berani menukarnya dengan beberapa tahun bekerja di sana. Lantas kini, saat sebuah tempat, yang bahkan sangat dikenalnya menawarkan masa depan, mengapa ia masih berani menolak? Baca lebih lanjut

Comfort Zone. Again?!

“Often what we call procrastination, a lack of motivation or boredom is really just being trapped in the shell of our own comfort zone. Like a turtle, we pull inside and stop moving. Stop growing. Stop seeking.
We paint ourselves into a corner with our fears and inhibitions. We resist change. We avoid risk. Our senses dull. We may feel as if we are suffocating. We notice the dull ache of emptiness. We feel paralyzed by our fears, real or imagined! Pretty soon, living inside the safety and comfort of our shell, devoid of challenge or change, becomes a habit just like brushing our teeth in the morning or tying our shoes. Easy, effortless, familiar! We’ve retired from the excitement and challenge that purposeful living offers. Our comfort zone has become our liability zone!”

diambil dari : http://www.creativityforlife.com

Perjalanan ke Barat (1)

Lelaki itu turun dari bis dengan wajah mengantuk. Kota di tengah Jawa itu masih sepi. Jam tangannya menunjukkan pukul enam pagi. Rencananya ia akan turun di terminal, tapi seperti biasa, tiba-tiba ia berubah pikiran. Saat rumah sakit tujuannya terlihat di pinggir jalan ia bangkit dan menuju pintu bis malam.

Menapak tanah dan ia mengucek matanya yang kurang tidur. Berangkat dari rumah tengah malam lantas naik bis jam satu dini hari bukan pekerjaan yang menyenangkan. Tapi selalu ada antusiasme tersendiri saat ia hendak bepergian. Denyut nadinya meningkat. Ia bersemangat. Baca lebih lanjut

Sebuah Surat yang Indah dari Seorang Kawan

saat aku bertanya pada seorang kawan tentang pilihan, dan ia menjawab dengan sebuah surat. sebuah surat yang indah…

Alhamdulillah, kamu lagi diberi banyak kesempatan. Alhamdulillah, sedang disuguhkan pilihan-pilihan. Ingat-ingatlah rasa itu: berada di depan pintu-pintu terbuka. Ingatlah rasa ini manakala suatu hari nanti kamu berada di depan pintu-pintu tertutup agar kamu ingat bahwa segala sesuatu mengenal musim. Pasang-surut. Tapi ketika berhadapan dengan pintu tertutup, tetap bersyukurlah, karena setidaknya kamu tidak akan kebingungan harus memilih yang mana 😉

Tentang jalan mana yang harus kamu pilih, pilihlah jalan yang membuat hatimu bergetar. Pilihlah jalan yang membuatmu merasa bersemangat dan berpengharapan, rendah hati dan aktif. Kalau membuat kamu malas, enggan… aku pikir itu bukan jalan untuk kamu tempuh.

Jangan pernah takut soal rizki. “Belahan jiwa” kita akan mencukupi. Sekali lagi mencukupi. Tidak berlebihan, tidak kekurangan. Percayalah, kecukupan akan selalu datang tepat pada waktunya.

Kamu boleh minta pendapat guru-gurumu, tapi menurutku dengarkanlah pendapat dari Guru Sejati. Dengarkanlah ucapanNya yang tanpa kata-kata — hanya bisa didengar melalui rasa.
Kamu boleh ke kota itu untuk menimbang-nimbang, tapi jangan lupa untuk pulang. Bahkan sebelum, selagi dan setelah ke mana-mana sebaiknya kamu pulang. Pulang ke intimu. Berpasrahlah. Berserahdirilah. Tidak perlu minta ini-itu karena kita nggak tahu apa yang harus kita minta… karena kita sendiri buta terhadap apa yang terbaik untuk diri kita. Percayalah, ketika kamu sudah benar-benar ikhlas… sudah ridho utuh, penuh, seluruh… kakimu bisa melangkah di jalan mana kamu harus melangkah, tanpa kamu harus menggerakkan apa-apa.

Apapun pilihanmu, jalan manapun yang akan kamu tempuh, ketahuilah bahwa sebenarnya semua itu sudah diatur oleh Sang Belahan Jiwa. Dia telah mengatur semua itu dengan detail. Sedetail-detailnya. Tidak ada satu noktah kecilpun yang luput. Jadi seandainya, kelak kamu merasa bahwa kamu telah salah melangkah, itu sebenarnya bukan kesalahan. Memang sudah semestinya jalannya seperti itu.

Aku setuju bahwa ini bukan perang. Kamu hanya melengkapi jalan yang mesti kamu tempuh. Memenuhi perjalanan takdirmu. Melengkapi mozaik masa depanmu. Benar kan komentarku kemarin… bahwa kamu sudah bisa melihat… bahwa gunung sebenarnya bukan gunung…

Akhirnya, aku tutup dengan kata-kata dari guru kita, The Warrior of Light:

For the warrior of light
there are no ends, only means.
Life carries him from unknown to unknown.
Each moment is filled with thrilling mystery:
the warrior does not know

Leon

tengah malam, habis nonton LEON.
sebuah film lama yang pertama kutonton lebih dari 10 tahun lalu.

200px-leon_poster.jpg

tentang seorang lelaki buta huruf bernama Leon(Jean Reno)  yang hidup hanya bersama sebuah tanaman hias selama bertahun-tahun, dan berprofesi sebagai pembersih. the cleaner.
dan ia memang sungguh bersih melakukan pekerjaannya. ia pembersih manusia. pembunuh bayaran. seorang pro. seseorang yang hidup dengan irama monoton selama bertahun-tahun.
lantas semua berubah saat ia membuka pintu apartemennya untuk Mathilda(Natalie Portman), seorang gadis kecil 12 tahun yang seluruh keluarganya dibunuh oleh polisi khusus narkotika (DEA), Stansfield dkk(Gary Oldman).
mathilda menganggap leon adalah lelaki sejati, seseorang yang akan bisa membantunya membalas dendam. mathilda jatuh cinta. tapi cinta di sini jauh dari masalah seksual, selain kadang ’intermezo’ mathilda yang dalam masa pubernya ingin bereksplorasi secara seksual, dan tak pernah ditanggapi leon.
leon tercerabut dari dunianya, memasuki dunia baru yang berwarna.
lantas datanglah hari yang paling bahagia.
hari setelah leon terpaksa menyerbu markas DEA untuk menyelamatkan mathilda yang nekat hendak membalas dendam.
malam itu mathilda mengenakan gaun pembelian leon, lantas ia memaksa leon tidur di kasur, meluruskan kakinya, mengatur agar tangan leon yang kaku memeluknya.
meninggalkan kebiasaan puluhan tahunnya yang selalu tidur di atas kursi dengan setengah mata terbuka.
inilah malam paling membahagiakan bagi leon. malam dimana ia bisa tidur nyenyak hingga mendengkur.
saat esoknya ia memaksa mathilda pergi karena apartemen mereka diserbu polisi, ia berkata, ”kau tak usah khawatir. aku akan hidup. inilah saatnya aku sungguh merasa ingin meneruskan hidup.”
sesuatu yang tak pernah ia miliki selama bertahun-tahun.
dari leon aku kembali belajar bahwa hidup selalu akan berubah.
meski hanya semata karena membuka pintu.
bersiaplah.
leon.jpg