
Apa yang dirasakannya ketika seorang pasien lain, seorang Nenek dengan cucu yang terus menanyakannya, terpaksa diintubasi?
Sedih. Kening berkerut. Tumpukan tanya dalam diri.
Apa yang harus kulakukan agar beliau selamat? Sudahkah kulakukan yang terbaik hari-hari ini?
Sebaliknya, rentetan laporan pagi itu juga memaksa perasaan syukur. At least pagi ini kita bisa bangun di rumah sendiri, mendengar suara jam dinding berdetak, melihat si kecil tidur nyenyak, itu sudah sangat luar biasa. Nikmat tiada tara.
Dilanjut secangkir kopi dan memikirkan jawaban EKG untuk teman2 di Grup Telegram.
Betapa nikmat dari Allah tiada dua..
Jika kita sering masuk ruang isolasi, apalagi isolasi ICU, maka kita akan sangat percaya kalau kita nggak perlu sekian banyak hal untuk bahagia.
Setidaknya saat ini kita nggak perlu harus memakai masker di dalam rumah. Dan alhamdulillah kita masih hidup tanpa harus memakai oksigen masker..
Karena Covid-19 ini sekilas kayak lotre. Undian berhadiah penuh kejutan. Yang sudah hati-hati malah mendapat jackpot. Yang gegabah di jalanan terlihat merdeka.
Tapi sebenarnya bukan. Semua sudah tertulis jauh-jauh hari di Buku Besarnya Tuhan Maha Perkasa.
Kitalah yang rapuh. Seperti nyala lilin di luar saat hujan deras. Siapa menjamin tak padam segera? Siapa menjaganya dari sapuan angin? Allah saja.
Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah semata. Kita tak punya apa-apa.
Bismillah..
Nikmati hari ini, lakukan yang terbaik hari ini, berikan yang terbaik hari ini.
Karena siapa tahu hari ini hari terakhir kita bisa berbuat baik…
M. Yusuf Suseno SpJP.
@yusufsuseno
Filed under: perjalanan | Leave a comment »