Kesedihan akan Menyakitimu, Menghentikan Jantungmu (Majalah Mimbar, Surabaya, edisi Juni 2010)

oleh M. Yusuf Suseno

Judul artikel ini terdengar seperti kalimat gombal bila keluar dari mulut seorang lelaki muda pada kekasihnya. Tapi kalau ia muncul dari seorang suami pada istrinya yang berusia 50 tahun, menopause, dan memiliki riwayat darah tinggi, maka itu bukan rayuan semata. Apalagi bila kesedihan sang istri tercinta disertai rasa putus asa dan hilang harapan, yang merupakan salah satu gejala awal dari depresi.

Beberapa penelitian rata-rata menunjukkan bahwa depresi meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung koroner antara 1,5 hingga 2 kali lipat. Bahkan salah satu penelitian menghasilkan data yang lebih menghentak. Resiko kematian karena penyakit jantung meningkat hingga 3,9 kali pada penderita depresi dibandingkan yang tidak! Angka yang cukup mengagetkan ya?

Bagaimana dengan Anda yang terlanjur memiliki penyakit jantung koroner, tetapi tak bersedia melakukan kateterisasi jantung, memasang stent untuk membuka pembuluh darah yang menyempit, apalagi bedah jantung untuk memperbaiki pembuluh darah yang terlanjur buntu di beberapa tempat? Bila kita membiarkan depresi menggerogoti jiwa, maka sebuah penelitian menghasilkan resiko kematian hingga 69 %! Hmm, mengapa hal itu bisa terjadi?

Depresi menyerang jantung melalui dua pintu. Pintu pertama adalah dari pengaruh depresi terhadap kehidupan sosial dan kebiasaan sehari-hari. Penderita depresi mudah terjebak dalam kebiasaan merokok, dan rokok membuat penyakit jantung koroner datang menghampiri. Selain itu depresi juga membuat kita lengah. Penderita darah tinggi yang depresi malas meminum obatnya. Diabetisi yang depresi tidak mengontrol pola makan dan lupa anjuran dokter. Dan penderita jantung dengan depresi akan melupakan obat-obat jantung yang seharusnya diminum secara teratur.

Pintu kedua adalah dari pengaruh depresi terhadap tubuh kita. Depresi membuat kadar hormon kortisol meningkat. Ia juga mengganggu fungsi sel beku darah (trombosit). Perpaduan antara peningkatan hormon kortisol dan gangguan fungsi sel beku darah mempercepat proses penyempitan pembuluh darah, memicu terjadinya penyempitan pembuluh darah jantung.

Depresi juga menyebabkan terjadinya peningkatan reaksi radang dalam tubuh, yang ternyata juga menjadi salah satu faktor resiko terjadinya penyakit jantung koroner. Terakhir, depresi juga menyebabkan terganggunya fungsi otonom tubuh.

Fungsi otonom ini digambarkan lewat variabilitas denyut jantung. Pada orang normal, frekuensi denyut jantung yang rendah saat istirahat, kemampuan jantung untuk segera meningkatkan denyutnya saat aktivitas dan secepatnya menurunkan frekuensi denyut setelah aktivitas berakhir, menunjukkan fungsi otonom yang masih baik. Depresi mengganggu benteng alamiah jantung ini. Akibatnya, jantung jadi mudah mengalami gangguan irama jantung, dan bisa mengakibatkan kematian mendadak.

Jadi, apa yang harus dilakukan? Pertama, kenalilah bibit gejala depresi dalam diri Anda. Anda sedih? Itu wajar kok. Sedih tidak selalu berarti depresi. Terutama bila memang ada yang patut disedihkan, serta tidak berlangsung berlarut-larut. Dan kesedihan seharusnya bisa dikurangi, meski sedikit demi sedikit, dengan dukungan atau simpati. Tapi bila Anda tetap merasa sedih setelah berpisah dengan orang yang Anda cintai, apalagi dengan kadar yang tak habis-habis, maka Anda patut mulai curiga pada diri Anda.

Nafsu makan yang menurun dalam jangka waktu lama juga bisa menjadi gejala dari depresi. Tubuh mengurus, dan tiap saat merasa lesu dan mudah lelah. Sulit tidur, sulit konsentrasi dan berpikir. Juga bila Anda kehilangan minat terhadap kegiatan yang dulunya Anda nikmati, seperti pekerjaan di kantor, hubungan suami istri, hobi memancing misalnya, atau sekedar ngobrol dengan keluarga. Atau entah mengapa selalu ada perasaan bersalah dalam diri Anda. Dan jika selintas saja dalam diri Anda pernah berkelebat wacana untuk bunuh diri, maka sangat besar kemungkinan Anda menderita depresi.

Tapi perlu diingat bahwa penyakit jantung tidak akan menunggu hingga gejala depresi menghebat. Salah satu sisi dari depresi, yakni hilang harapan alias putus asa, ternyata berhubungan dengan terjadinya kematian mendadak.

Silakan Anda jawab pertanyaan ini. “Pernahkah Anda dalam satu bulan ini merasa begitu sedih, kecewa, tanpa harapan dan memiliki begitu banyak masalah hingga seakan semua terasa tak berharga?” Apa jawaban Anda? Menurut suatu penelitian, jawaban “ya” pada pertanyaan tersebut, akan meningkatkan resiko serangan jantung hingga 2 kali lipat. Hmm, kesedihan ternyata betul-betul bisa menghentikan jantung ya?

Jadi ada baiknya Anda banyak tersenyum, juga tertawa untuk menghilangkan kesedihan dari hati Anda. Jika ternyata ia tetap mengendap dan enggan menghilang, segeralah mencari pertolongan. Orang tua, pasangan, sahabat, saudara dekat, pemuka agama, psikolog, mungkin bisa membantu. Tetapi bila terus menghebat, janganlah ragu untuk menghubungi dokter keluarga Anda.

Masih ingat lagu anak-anak yang dulu sering kita nyanyikan? Ternyata ia mengandung kebenaran yang terlupakan setelah kita dewasa. ”Susah itu tak ada gunanya… Di sini senang, di sana senang, dimana-mana hatiku senang…”

Hidup hanya sekali. Kesedihan hanya akan menyakiti, bahkan menghentikan jantungmu. Tersenyumlah 🙂  …

Kidung Rumekso Ing Wengi

Entah mengapa, hari-hari ini tengah menikmati rengeng-rengeng doa warisan kanjeng Sunan Kalijaga. Meski cuma hafal baris2 pertama saja. Ya Allah, lindungilah kami.. Amin.

Kidung Rumekso Ing Wengi…

Ana kidung rumekso ing wengi
Teguh hayu luputa ing lara
luputa bilahi kabeh
jim setan datan purun
paneluhan tan ana wani
niwah panggawe ala
gunaning wong luput
geni atemahan tirta
maling adoh tan ana ngarah ing mami
guna duduk pan sirno

Sakehing lara pan samya bali
Sakeh ngama pan sami mirunda
Welas asih pandulune
Sakehing braja luput
Kadi kapuk tibaning wesi
Sakehing wisa tawa
Sato galak tutut
Kayu aeng lemah sangar
Songing landhak guwaning
Wong lemah miring
Myang pakiponing merak

dst..

Bagi yang ingin download mp3nya ada di sini.

Dan bagi yang ingin memahami lebih dalam, silakan baca buku ini : Mistik dan Makrifat Sunan Kalijaga oleh Achmad Chodjim. Link review-nya ada di sini.

Yang Terlupakan

… Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. (al-Baqarah: 216)*

Bulan ini, sudah 6 tahun lebih aku pergi dari rumah dan tinggal Surabaya.

Kau lihat, anakku tengah menunggu kereta Rajawali di stasiun Tawang, Semarang. Dan kejadian yang sama terus berulang. Bertahun-tahun. Selama itu, ada banyak yang sudah kulalui. Ada saatnya hidup terasa lapang. Namun kadang terasa sempit.

Tapi seperti banyak orang bilang, sempit dan lapang, tidakkah itu cuma ilusi? Cuma persepsi? Lagipula , bukankah kita tak tahu apa-apa?

Pagi ini, setelah sholat subuh, pelan-pelan kurasakan hatiku bicara. Ya. Kau benar. Aku sudah terlalu sering melupakannya.

Ia berbisik, bahwa yang terpenting untuk kulakukan saat ini cuma mencari bekal untuk hidup setelah mati. Itu saja.

Aku, entah kenapa, mengiyakan kalimat itu. Dan ternyata implikasi dari meng’iyakan’ suara hatiku itu sangat luas.

Dalam hidup yang penuh pilihan ini,  saat berada di persimpangan, maka sudah seharusnya aku mengambil jalan yang memperbanyak bekal. Jalan yang mendekatkan diri kepada Gusti Murbeng Dumadi. Tak ada lagi rasa takut, kuatir, ataupun cemas. Karena Allah mengetahui, sedang aku tidak tahu apa-apa. Karena Allah yang Maha Menjaga. Sedang aku tak bisa apa-apa.

Itu seharusnya. Karena sekali lagi kau benar. Aku sudah terlalu sering melupakannya. Akibatnya ubanpun terus tumbuh di kepalaku.

Kudengar lamat-lamat suara Ibu saat sungkem Lebaran tahun lalu.

Sholat yo…

*Ayat Al Qur’an diambil dari harunyahya

Mistake.

Everything tells me that I am about to make a wrong decisions, but making mistakes is just part of life. What does the world want of me? Does it want me to take no risks, to go back where I came from because I didn’t have the courage to say “yes” to life?[Paulo Coelho]

Hmm. Yes. I made a lot of mistakes. But as long as I have courage to admit and ask forgiveness, I hope that’s fine.

Yes. I hope.