Pertanda

Les bahasa Perancisku sudah berlangsung hampir 2 bulan, tapi rasanya aku masih belum ngerti2 juga. Kadang ada rasa ingin menyerah. Tapi kok rasanya tak pantas aku lakukan.

Tiba-tiba saja waktu les kemarin guruku berkata, “Kalo kamu menyerah, nanti nggak jadi berangkat ke Perancis.” Aku tertawa dalam hati mendengarnya.

Meski demikian, biar saja kata-kata itu kuanggap sebagai pertanda, bahwa sesungguhnya Allah melalui segenap alam semestanya tengah mendorongku mencapai mimpi2ku. Aku lupa siapa yang menulis, tapi kata2nya sepertinya begini :

Yang terberat bukanlah perjuangan yang harus dilakoni hari ini. Tapi yang terberat adalah jika kita menua, melihat waktu lantas menyesal, mengapa dulu kita tak mencoba meraih mimpi-mimpi dan takdir kita hanya karena takut menjalaninya.

Ramadhan dan Kuman(Jawa Pos 24/9/07)

oleh M. Yusuf Suseno

Ramadhan seharusnya bisa membersihkan kotoran dan kuman dari hati kumuh kita. Layaknya air wudhu membasuh wajah berdebu. Ia membasahi kerak-kerak nafsu. Menggerus karat cinta kita pada dunia. Tapi bagaimana jika air wudhu itu berasal dari sumur yang tercemar septic tank? Jelas Anda tak jadi bersih, tapi malah melumuri wajah Anda dengan beribu kuman e.coli.

Dinkes Surabaya menemukan angka pencemaran sumur yang cukup tinggi di Surabaya. Dari sembilan sumur, hanya satu yang dianggap layak dengan kandungan kuman kurang dari 50 per 100 milimeter air . “Bahkan, ada yang mencapai 1.600 kuman per 100 milimeter air,” kata kepala Seksi Higiene dan Sanitasi Dinkes (Jawa Pos 20/9/07).

Inilah akibat dari urbanisasi. Surabaya kian padat. Rumah-rumah, termasuk septic tank-nya, tak mengenal sela. Ditambah kebutuhan hidup yang terus menghimpit. Siapa peduli pada kuman e.coli di sumur belakang rumah? Baca lebih lanjut

Siapa Presiden Indonesia 2050?(Jawa Pos 17/9/07)

oleh M. Yusuf Suseno

Judul artikel ini memang tak mirip pertanyaan kuis pengantar sahur. Tapi tak perlu analisa politik panjang untuk menjawabnya. Karena jawabnya jelas. Mungkin saja ia bukan anak Anda. Bahkan siapa tahu calon presiden kita adalah anak negara tetangga yang dijaga betul makanannya oleh Pemerintahnya, dan akibatnya saat dewasa ia pun tumbuh menjadi manusia matang, sehat dan cerdas, siap mencalonkan diri jadi presiden, melebihi anak-anak Indonesia.
Lho, ada apa dengan anak-anak kita? Mengapa mereka tak bisa tumbuh sebaik yang diharapkan? Bukankah kita selalu berusaha memberikan gizi terbaik? Dimana letak kesalahannya?

Tenang. Memang bukan sepenuhnya kesalahan Anda kalau anak yang kita cintai tumbuh menjadi agak ’kurang pintar’, mengalami gangguan konsentrasi, ataupun harus berjuang lebih keras untuk bertahan hidup gara-gara gangguan fungsi organ tubuh dan kanker di masa mendatang. Satu-satunya kesalahan adalah Anda lupa kalau hidup di negara yang penegakan hukumnya berlubang di sana sini, yang orientasi ekonominya kadang mengorbankan masa depan rakyatnya.
Apalagi Anda tinggal di negara yang Pemerintahnya sering kecolongan, dan biasanya hanya bertindak sesuai prinsip ”hangat-hangat tahi ayam”. Akibatnya segala macam zat kimia semacam formalin, boraks, rhodamin pewarna tekstil, semua mengisi perut anak-anak dengan lancar dan tanpa halangan. Tidak percaya?

Anda masih ingat dengan berita tentang produk permen produksi Cina yang ditemukan dalam razia Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Kota Surabaya sebulan lalu? Ribuan permen, termasuk merk yang sering dimakan anak-anak kita karena enak dan murah, ternyata mengandung bahan formalin yang berbahaya. Perlu Anda tahu, salah satu merk permen yang kemudian ditarik itu sudah beredar di Indonesia lebih dari 20 tahun. Baca lebih lanjut

crossroads..

Paulo Coelho wrote this :

The master says: “A crossroad is a holy place. There, the pilgrim has to make a decision. That is why the gods usually sleep and eat at crossroads. Where roads cross, two great forces are concentrated -the path that will be chosen, and the path to be ignored. Both are transformed into a single path, but only for a short period of time. The pilgrim may rest, sleep a bit, and even consult with the gods that inhabit the crossroad.

But no one can remain there forever: once his choice is made, he has to move on, without thinking about the path he has rejected.

Otherwise, the crossroad becomes a curse.”

I pass the crossroad today, and I know it won’t be a curse.

tired.

hari2 ini aku masuk bagian echocardiografi. suatu bagian yang mendalami pemeriksaan usg khusus untuk jantung.
ilmu yang aneh dan cukup sulit.

akhirnya aku pun terlibat dalam jadwal tak sehat.  datang tiap hari ke rumah sakit jam 6 pagi, pulang jam 4-5 sore. pergi lagi jam 6 buat les bahasa : selasa inggris, rabu-jumat perancis. pulang les jam 9 malem di rumah, habis itu kadang berangkat echo pasien di iccu rs lantas pulang larut. larut sekali.
itu pun nggak ngerti2 juga. ditambah les bahasa perancis yang terus saja gak mudeng. sudah 4 kali pertemuan di cccl dan yang kutahu cuma : bonjour.. merci…”dasar katrok!” 🙂

payahnya di sela2 itu kadang aku mesti kerja di klinik, sekadar mencari nafkah. juga mencari bahan tulisan, dan tentu saja mencoba menulis. dan hasilnya : macet 😦

ah, aku capek. sungguh. kadang pingin berhenti, sekadar merebahkan diri.
comfort zone.. betapa aku merindukanmu..

jadi ingat sebuah kisah paulo coelho berikut :

An explorer, a white man, anxious to reach his destination in the heart of Africa , promised an extra payment to his bearers if they would make greater speed. For several days, the bearers moved along at a faster pace. One afternoon, though, they all suddenly put down their burden and sat on the ground. No matter how much money they were offered, they refused to move on. When the explorer finally asked why they were behaving as they were, he was given the following answer: “We have been moving along at such a fast pace that we no longer know what we are doing. Now we have to wait until our soul catches up with us.”

terbalik dengan mereka, kini tubuhku yang tertinggal oleh jiwaku..