Seribu Rupiah di Satu Senja

Kemarin senja Surabaya mendung. Sebagian hujan. Kularikan motorku agak cepat, mengejar rintik. Dekat perempatan jalan Kertajaya, lampu kuning mulai memerah di kejauhan. Di sampingnya, seorang Bapak tua menjual koran. Biasanya yang dijual adalah koran pagi yang beritanya sudah agak kadaluwarsa.

Satu yang agak berbeda, ia memakai ‘kruk’. Salah satu kakinya cacat, tak ada.

“Pak, minta korannya nggih,”kataku dalam bahasa jawa. “Kompas atau Jawa Pos ada?”

“Nggak ada Mas. Adanya Surabaya Post.”jawabnya. Meski tak biasa membaca Surabaya Post, rasanya kasihan juga pada Bapak tua ini kalau  tak jadi beli.

“Tiga ribu to Pak?” Aku mengulurkan uang 3 ribu. Ini berdasar asumsiku bahwa harga JP or Kompas biasanya turun di sore hari.

“Nggak Mas. Dua ribu cukup.” Ia hanya mengambil dua ribu rupiah dari tanganku  sambil tersenyum. Wajahnya terlihat senang karena korannya terbeli.

Kalimat itu pendek, tapi bagiku cukup bermakna.

Seribu rupiah, bagi Bapak tua itu adalah makna kejujuran, harga diri, dan rasa syukur. Ia tak membutuhkan lebih.

9 dari Nadira, by Leila S Chudori

Masih belum bisa lepas..

9

Pagi itu Nadira menemukan sosok Sang Ibu di lantai dingin, terbaring bukan karena sakit atau terjatuh, tetapi karena dia memutuskan : hari ini aku bisa mati. Lantas mengalirlah cerita pendek beruntun yang berisi cinta, penderitaan, kesia-siaan, pengorbanan, lantas titik balik dimana segala menjadi terang. Atau seakan benderang. Masa lalu kelabu. Masa depan antah berantah yang entah kenapa hadir. Kepahitan yang menggerak-gerakkan ujung takdir.

Mungkin Ibu tak pernah bahagia, kata Nadira. Begitu pula ia. Tapi bagi pecinta setia Malam Terakhir, kumpulan cerpen Leila 20 tahun lalu, kebahagiaan cinta yang hadir lewat acara sinetron di televisi kita saat ini jadi tak terlalu penting. Semu bahkan. Yang lebih penting adalah pertanyaan Seno Gumira untuk buku ini. Cinta itu membahagiakan, atau menyakitkan?

9 dari Nadira tak menjawab lugas. Karena jawaban, bagi sebagian besar tokoh buku ini, sulit ditemukan. Pertanyaanlah yang sungguh-sungguh bermakna. Kumpulan cerpen inipun terus berpusar dalam kumparan problem psikologis. Masa kecil, masa lalu menghunjam, kadang mencabik.

Nadira, Kematian Tak Selalu Indah..