tonight I’m tangled in my blanket of clouds
dreaming aloud
things just won’t do without you
matter of fact
I’m on your backif you walk out on me
I’m walking after youif you’d accept surrender
I’ll give up some more
weren’t you adored
I cannot be without you
matter of fact
I’m on your backif you walk out on me
I’m walking after youanother heart cracked
in two
I’m on your back
Lagu jadul Foo Fighter ini jadi ringtone di bulan2 akhir episode hidup di Surabaya.
Hari2 yang kata seorang teman, adalah bulan madu yang kedua dalam kehidupan.
Karena setelah ini, You have to face the fu*king real world…
Kalimat yang dalam. Sayangnya, sangat kurang ajar benarnya.
Dan beruntunglah, sebelum terjebak ‘the fu*king real world’, kemarin fellow ndeso ini diberi kesempatan oleh Semesta untuk belajar ke Singapura, ikut AsiaPCR.
Dan bukan aku jika tanpa perjuangan ekstra keras. Termasuk mengurus paspor baru karena yang lama hilang entah kemana.
Meski sponsor terbatas dan harus tidur di hotel kelas backpacker bersama bule, kujalani saja.
Bangun pagi2, dan sarapan roti di pinggir River side.
Sejuk udara sungai dan kesunyian seorang pengembara.
What a hard and wonderful days..
Lepas dari apapun, aku sangat bersyukur karena di sana ketemu orang2 hebat.
Termasuk Antonio Colombo, Shigeru Saito, dll. Pencipta2 textbook cardiac intervensi.
Master dunia.
Dan yang tak terduga, diam2 di pojok, kulihat Prof Teguh Santoso, master intervensi jantung Indonesia membuka buku di stand PG Books.
Meski sedikit malu, begitu beliau terlihat senggang, mulutku kusuruh memperkenalkan diri.
“Saya praktek di Purwokerto Prof. Banyak pasien Prof yang datang ke saya.”
Senyumnya langsung melebar.
“Saya waktu kecil mainnya di Kali Kranji dekat rumah,”kata Prof Teguh sumringah. Beliau memang asli Purwokerto, kota yang kini kutinggali.
Kujabat tangan dinginnya yang terkenal. Dalam hati berdoa, semoga satu hari akan tertular virus intervensi dunia dari Prof Teguh.
Kembali ke kehidupan nyataku as a fellow dan bulan madu yang hampir berakhir,
kini, memang ada beberapa hal yang memberati kepala.
Tapi bukankah itu bagian hidup, yg mau tak mau mesti dilalui juga?
Meski kadang berharap, ada seseorang yang dengan ikhlas berbisik padaku.
‘I’m o n y o u r b a c k . . .’
Filed under: perjalanan | Tagged: matter of fact, walking after you | 3 Comments »