Mencari dan Menemukan.

Ada hal-hal yang ingin kita cari. Atau kita temukan. Kadang tidak mudah. Tapi bisa juga mudah. Karena di dunia ini memang ada hal-hal yang menunggu untuk dicari. Menunggu untuk ditemukan.

Melihat pengalaman perjalananku yang tak terencana, kurasa seharusnya ada satu dua hal yang mesti disiapkan sebelum memulai perjalanan. Pertama adalah niat yang baik. Untuk mencari. Untuk menemukan. Sesuatu yang kita anggap bermakna dalam hidup.

Kedua, berangkat dengan rasa syukur. Karena Allah, Tuhan Semesta Alam telah memberi kita kesempatan untuk hidup, dan lebih penting lagi, masih memberi rasa kebutuhan untuk mencari. Untuk menemukan.

Mungkin untuk menemukan cinta. Menemukan bahagia. Menemukan cita-cita, sesuatu yang ”we wanna be”.

How about me? Ya. Kini aku memang tengah di persimpangan jalan. (Atau tidak. Sebenarnya bukan persimpangan. Tapi akulah yang merasa bahwa itu adalah persimpangan). Tapi apapun yang kupilih nanti, pastilah telah tertulis dalam GBHN (Garis2 Besar Haluan Nasib), yang telah dirancang Tuhan. Dan aku tahu Tuhan yang Maha Baik itu telah menyiapkan segala sesuatunya.Termasuk menyiapkan bekal perjalanan.

Saat ini aku tak bisa dengan bangga bilang bahwa aku telah menemukan apa yang kucari, apa yang ingin kutemukan. Tapi setidaknya ada satu hal yang aku tahu, bahwa perjalanan ini sendiri bagiku adalah sebuah cita-cita.

Seperti juga bukan stasiun Gubeng atau Sidoarjo yang kuinginkan, yang kucari.Tapi perjalanan dengan kereta kelas rakyat itu sendiri.Menikmati suara mesin gemuruh diesel, angin sumilir, juga pemandangan orang-orang yang mengantuk, membaca koran, atau tengah menatap keluar jendela dengan pandangan kosong sambil bermimpi…

Tanpa disadari sebenarnya pengetahuan ini telah lama ada, tapi tak sungguh2 ’kucari’.

Seperti juga saat dulu aku mendaki gunung. Ungaran, Merbabu, Merapi, Sindoro, Sumbing, Lawu, Slamet, Ciremai, dan Semeru. Perjalanan-perjalanan yang telah kulampaui.  Dingin udara menusuk tulang, keringat, rasa lapar, kaki pegal, lebam-lebam di beberapa sudut tubuh yang harus ditanggung.

”Apa yang kau cari nak? Puncak gunungkah? Bukankah kau akhirnya kan meninggalkannya?”

Bukan Bu, aku mencari perjalanan itu sendiri, lengkap dengan segala penderitaan, ketakutan, dan kesendiriannya. Dan tentu saja perasaan itu, perasaan bahwa aku telah berani menghadapinya. Itu saja.

Buat Anda yang tengah merancang perjalanan, selamat mencari dan menemukan…

But remember.. The eagle flies alone… Enjoy the ride…

-stasiun sidoarjo, sabtu pagi 9 jan 2010-

foto2 diambil dari mas google…

Rumi. Pencarian yang Sama. Satu hari.

Kemarin membaca cerpen Beni Setia di Kompas Minggu. Satu hari, aku ingin melakukan pencarian yang sama. Perjalanan yang sama.

Ya Allah, kabulkanlah…Please… Apa Tuhan? Kau akan menyuruh malaikatMu menuliskannya dalam buku hidupku? Terima kasih ya Tuhanku.. Terima kasih. I love you full.. 🙂


Rumi

Kompas Minggu, 3 Januari 2010 | 03:34 WIB

oleh BENI SETIA

Dingin itu memuncak sejak ngambil wudhu untuk shalat subuh. Kabut tebal. Petunjuk waktu pada arloji telah ada di kisaran 6, 3, dan 9. Apa ini termasuk wilayah Indonesia bagian barat, gumamku—memaksakan keluar kamar. Melangkah di papan kusam di tingkat dua, yang sepertinya jarang dibersihkan atau diinjak langkah tamu, pertanda tidak banyak yang datang. Menginap di losmen yang hanya dua tingkat ini, dengan empat kamar di kiri dan enam di kanan. Kamar dengan tempat tidur yang seperti diambil dari peninggalan bencana dua puluh tahun lalu—dengan lemari papa, seprai yang seperti direntang dan terbiar, menyerah di remang lampu yang lelah.

Baca lebih lanjut