di Masjid, di Masjid (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin..

clone tag: 890859975819132359

Yang Terampas dan Yang Putus

kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu

di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin

aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang

tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku

Chairil Anwar, 1949

Setelah Sekian Tahun yang Entah.

20120816-043551.jpg

Setelah sekian tahun yang entah, apa yang berubah dari diriku? Banyak. Aku makin tua. Makin sibuk. Makin sedikit waktu untuk anak-anak. Makin tak punya waktu buat diri sendiri. Makin tak sempat menulis. Hidupku ditelan ribuan pasien. Ribuan radiasi. Ribuan pikuk dunia. Inikah yang sungguh-sungguh kuinginkan? Entah.

Salah satu kalimat yang sejak lama ada di kepalaku adalah, “Hidup cuma sekali. Untuk itu mesti berarti.” Sudah berartikah hidupku? Mungkin iya kalau dilihat dari kaca mata orang lain yang kebetulan Allah menakdirkan aku membantu mereka. Tapi berartikah buat diriku sendiri? Entah.

Aku merasa begitu kecil di dunia kedokteran yang besar. Merasa begitu rapuh di hadapan maut yang tak bisa kulawan. Dan jujur, aku kangen masa-masa ketika anak-anak masih kecil, ketika mereka tak terlalu kompleks sebagai remaja.

Setelah sekian tahun yang entah, apa yang berubah dari diriku? Banyak. Tapi ada satu hal yang sama dengan 10 tahun lalu. Yakni selalu ada hasrat untuk berhenti.

Kadang saat aku bepergian dengan kereta, kulihat rumah-rumah sederhana di kota-kota kecil yang kulewati. Dan layaknya seorang pengembara, sering aku ingin berhenti, tinggal di sebuah sudut desa, dan menjadi seorang pegawai biasa. Berangkat pagi, pulang sore, tanpa tanggung jawab terhadap banyak manusia.

Tapi seperti juga 10 tahun lalu, itu tak jua kulakukan. Dan tetaplah aku di sini. Terseok-seok di tengah padang pertempuranku sendiri.