Kalau ditanya, kenapa saya bisa bertahan bekerja di Purbalingga dan Purwokerto dengan ratusan pasien dan jam kerja yang panjang? Atau bekerja di Semarang, merawat dan melakukan tindakan dengan mandi radiasi selama berjam-jam?
Mungkin karena saya sayang kepada hampir 95% pasien2 saya di Purwokerto dan Purbalingga. Lho kok 95%? Lha wong saya juga manusia, pasti kadang ada yang nggak ‘klik’ sama beberapa pasien. Yang setelah saya hitung beneran, ternyata jumlahnya mengecil. Dari estimasi 20-an persen menjadi hanya 5 persen saja.
Pada beliau2 yang saya kurang ‘klik’ ini biasanya saya menempatkan diri sebagai profesional semata. Hubungan kami lebih secara kontrak profesi, melakukan yang terbaik, tapi bukan sebagai sahabat karib atau saudara seperti yang sering saya lakukan saat menghadapi sebagian besar pasien2 saya. Pasien2 yang saya ikut sedih ketika mereka tak kunjung membaik, pasien2 yang saya ikut menangis saat Allah menentukan takdir mereka. Tapi ya gimana lagi? Ini akibat jika kita menempatkan diri menjadi keponakan, adik atau kakak dari seorang pasien…
Tapi sejak membaca kisah ini, saya jadi ingin menyayangi kalian semuanya…
Kisah ini dimulai dari sebuah hadits Nabi..
“Orang-orang yang penyayang niscaya akan disayangi pula oleh ar-Rahman (Allah). Maka sayangilah yang di atas muka bumi niscaya Yang di atas langit pun akan menyayangi kalian.” (HR Tirmidzi)
Dan berlanjut dengan Khalifah Umar..
Ketika berjalan di kota Madinah, Khalifah Umar r.a. melihat seorang bocah tengah mempermainkan seekor burung pipit. Merasa iba melihat burung itu, beliau membelinya dan melepasnya ke angkasa. Ketika Umar wafat, salah seorang ulama terkemuka melihat Umar dalam mimpi.
“Apa kabar, Umar?” tanya sang ulama. “Apa yang telah dilakukan Allah kepadamu?“
“Allah telah mengampuniku dan menghapus segala dosaku, jawab Umar”
“Mengapa? Sebab kedermawanmu, keadilanmu, atau karena zuhudmu terhadap dunia?”
Umar menggeleng.
Kemudian ia berkata, “Ketika kalian menguburkanku dan menutupiku dengan tanah dan meninggalkanku sendiri, dua malaikat datang yang membuatku takut. Bulu kudukku berdiri. Sendi-sendi tulangku gemetaran. Dua malaikat itu mendudukkanku untuk ditanya.”
Tapi tiba-tiba terdengar suara tanpa sosok yang menghardik keduanya:
“Tinggalkan hamba-Ku ini, jangan kalian takut-takuti. Aku menyayanginya dan dosa-dosanya telah Kuampuni karena dia telah menyayangi seekor burung pipit di dunia…”
Jika Khalifah Umar bisa diampuni dosa-dosanya karena telah menolong seekor burung pipit, semoga dosa-dosa saya yang jauhhh lebih banyak bisa juga dimaafkan dengan cara saya sendiri…
(Dari terjemahan kitab Ushfuriyah oleh Penerbit Qalam, Cetakan I hal 14)
M. Yusuf Suseno, Purwokerto, 5 Okt 2019.
Filed under: perjalanan | 3 Comments »