Hari-hari ini saya sering melihat diri sendiri. Bertanya, gelisah. Ragu pada masa depan.
Padahal, berapa banyak pasien yang begitu percaya pada saya, yang meletakkan hidup mereka pada keputusan yang saya buat?
Orang banyak mengacungkan jempol karena dalam waktu kurang dari setahun, mereka melihat antrian pasien di poli rumah sakit yang seperti pasar. Juga tumpukan status di tempat praktek pribadi yang terus bertambah.
Sayangnya, saya belum bisa, bahkan mungkin tak bisa, meletakkan kesuksesan dan kebahagiaan pada itu semua.
Passion saya adalah menjadi seorang guru sejati. Seseorang yang tidak hanya mendidik, tapi juga menginspirasi murid-muridnya. Saya juga ingin menjadi seorang penulis, yang kadang dalam satu periode hidup bisa menghabiskan hari bersetubuh dengan laptop, dan saat capek minum kopi di sebuah kafe yang hening.
Tentu saja saya senang menjadi dokter. Tapi tidak hanya dokter yang bisa menyembuhkan, tapi dokter yang bisa menyentuh hati, bahkan kalau bisa membahagiakan pasien-pasiennya.
Namun, bagaimana mungkin saya menyentuh hati manusia jika ada ada 60 orang menunggu di depan poli rumah sakit? Bahkan pada hari-hari tertentu, 100 pasien?
Hari-haripun kemudian berlalu seperti kereta Argo Wilis yang kemarin saya naiki dari Surabaya. Efektif. Efisien. Lurus. Terjadwal. Dingin.
Terus terang, saya merindukan hari-hari ketika hidup masih berjalan lambat. Saat saya masih bisa menjemput sorang gadis kecil sepulang les, lantas bersamanya duduk di kafe dekat toko buku Petra Togamas Surabaya.
Atau pergi tiba-tiba di satu subuh yang dingin, naik kereta ekonomi ke stasiun Sidoarjo. Menikmati matahari terbit dalam keremangan dan bau apek kereta bertiket 3500 rupiah. Nongkrong di warung depan stasiun, menulis, juga ngopi. Beberapa tulisan saya lahir di warung kelas rakyat itu.
Kini, saya seperti tersesat. Pusaran pasien, gelisah waktu yang terburu, bayang hitam janji-janji yang tak terpenuhi. Janji saya pada diri sendiri. Juga janji mereka, orang-orang yang meminta saya hadir di kota ini.
Saya ingin pulang. Tapi kemana?
Filed under: perjalanan |
do what you love n love what you do
let it flow, dokter
mungkin dengan refreshing sejenak bisa menyegarkan pikiran dan perasaan.
hehehe.
terima kasih telah menjadi guru yang baik bagi kami.
smoga Allah makin memuliakan dan merahmati dokter sekeluarga
Allah tahu yang terbaik untuk dokter, salah satunya ini, untuk saat ini 🙂 semangat dok!
Sekolah maneh wae dok, nang surabaya…… ben muncul maneh tulisan2nya di JawaPos. sepertinya belum ada yg bs menggantikan posisi pak dokter di koran tsb… Semangat ya..
Emangnya…. dokter merasa tersesat di jalan bernama kehidupan yaaa……..
Gak usah bingung dok, setiap kesibukan akan dimintai pertanggungjawaban, baik itu sibuk kecil atau sibuk besar.
Dokter ini termasuk orang yang baru bisa puas kalau bisa melayani dengan hati yaa…. HEBAT!!!!!!!!
Lakukan aja yang terbaik dok, biar ALLAH SWT yang memberi hadiahnya 😉