
Minggu kemarin, di hari yang agak sibuk, saya melakukan pemeriksaan echo pada seorang Ibu hamil. Beliau berjilbab.
“Ibu, kita mulai ya..”
Sambil memeriksa saya bertanya pada perawat. “Rujukan dokter siapa ya mbak?” “Dokter A Dok,” menyebut seorang kolega ahli Bedah Tumor.
Kening saya berkerut. Lho, bukannya Ibu ini hamil?
“Ibu hamil? Berapa bulan?”tanya saya.
“Iya Dok. Ini 9 bulan.”
“Putra keberapa?”
“Pertama Dok.”
“Lho, kenapa ke dokter A?”
“Iya Dok. Ini mau kemoterapi. Tahun lalu sdh mastektomi, tapi kambuh. Hasil PA kemarin ganas. Nanti setelah seksio langsung kemo.”
Saya terdiam.
Sunyi.
Cuma detak jam di dinding.
Kulihat tanggal lahir di layar. Tahun 1995. Ternyata usia sang calon Ibu masih 25.
Saat itu terasa kalau hidup saya yang kadang terasa berat, ternyata tak ada apa-apanya.
Ada yang jauh lebih berat. Dan saya jauh dari rasa syukur..
Setelah diam yang lama, cuma ini yang bisa saya ucap,
“Ibu yang sabar nggih Bu.. Insha Allah semua akan baik2 saja..”
Smg, Agustus 2020
Filed under: perjalanan |
Tinggalkan Balasan