Sambil menunggu bis di halte Veneto. Dekat Hardrock Roma. Bis nomor 160. Tak kunjung tiba. Seorang perempuan Eropa memandangku dari sudut mata. Cahaya matahari sore suam-suam di kulitnya.
Bis nomor 160 datang dari kejauhan. Riuh manusia turun. Aku menunggu. Bergegas.
Di atas bis. Kulihat manusia-manusia. Asing. Tak kenal. Tak menyapa. Di balik kaca ada seorang perempuan bersepatu merah. Berbaju lusuh. Tatapan kosong. Takut. Mungkin perempuan itu merasa sendiri di sini. Atau ia takut pada kematian yang entah menunggu di mana. Menyergap diam-diam. Pengkhianat yang pasti dinanti.
Sampai dekat hotel, aku berhenti. Sebentar. Ada yang berbeda. Persis di sebelah hotel memang sebuah gereja. Dindingnya coklat. Tampak tua dan sunyi. Gereja itu bertaman tak terawat di sampingnya, bisa kulihat dari kamarku.
Sore itu ada banyak orang di sana. Sebagian memakai pakaian hitam. Mereka merayakan sesuatu. Aku lewat dalam diam. Sungkan.
Di kamar. Kubuka pintu balkon samping. Taman gereja yang sepi tak terawat menungguku. Lonceng berbunyi. Suara burung gagak terdengar gelisah.
Filed under: perjalanan |
Tinggalkan Balasan