Siang ini, setelah lelah menyusuri jalanan kota Vatican, aku duduk di sebuah sudut kota Roma.
Di sebuah bar yang tiap kali kulewati menuju stasiun metro Circo Massimo.
Aku duduk di sana. Dan bukan satu-satunya yang sendiri.
Ada lagi seorang yg super gemuk duduk di depanku. Laki2 Eropa.
Ia tampak tak bahagia. Entah kenapa.
Lantas sepasang laki2. Entah sepasang kekasih atau bukan di sudut lain.
Pelayan, yang gantengnya melebihi artis Indonesia mendekat. ‘Aku pesan pizza. Yang kecil saja.’ Tapi tak ada yang kecil. Semua seloyang.
Baik.
Kupikir nanti kubungkus buat makan malam. Entah dimana.
Sambil menunggu, kembali kubaca buku puisinya Aan Mansyur. Beberapa terlewat. Yang terngiang satu. Judulnya “Ciuman Perpisahan”.
Hmm, kurasa sebenarnya aku bisa lebih baik dari dia. Lebih baik membuat puisi maksudku. Tapi kapan? Kesombongan yang tak perlu. Satu yang perlu. Bukti. Dan itu aku yang tak punya.
Hehehe. Mungkin sore ini. Kataku beralasan. Dasar.
Segera setelah paragraf ini selesai, Bar Circo Massimo jadi ramai. Dan aku tengah benci keramaian.
Entah kenapa.
Ini beberapa foto yang sempat kuambil di Roma.
Dan ini link saat aku membaca pusi Aan Manshur yang cantik, Ciuman Perpisahan dg latar belakang musik Olafur Arnalds, Film Credit.
Filed under: perjalanan |
Tinggalkan Balasan