Shangri La

Hari ini, untuk keempat kalinya aku menginap di Shangri La.

Bertahun lalu, saat memulai sekolah spesialis, ASMIHA tahun 2005 diadakan di hotel Shangri La Surabaya, sebuah hotel bintang lima yang saat itu tak terbayangkan mahalnya. Tentu saja kamar itu tidak atas namaku, namun kamar ‘sisa’ dari seorang senior yang tak bisa datang.

Hal yang sama terjadi pada 2007. Itu kali kedua aku menginap di Shangri La Surabaya, dan atas kebaikan Prof Djoko Sumantri. Masih teringat momen saat gadis2 kecilku berenang gembira di kolamnya. Sedang aku masih saja merasa minder, karena tahu aku takkan bisa membayarnya dengan uangku sendiri.

Lantas tahun 2010, di Shangri La Makati Manila, sebagai seorang resident aku tidur di sendiri di bednya yang besar. Kamar itu memang atas namaku, tapi tetap saja karena kebaikan guruku yang lain, Prof Rochmad Romdhoni, yang telah mencarikan sponsor World Conggress of Echocardiography untukku.

Hari2 ini sedikit berbeda. Aku tidur di kamar Shangri La, atas tanggung jawab yang dibebankan padaku. Ada rasa puas dan bangga, karena setidaknya, ini merupakan buah dari kerja kerasku.

Namun rasa bangga itu pupus tiba-tiba, saat aku mendengar seorang kakak kelas, ia pernah menjadi chief resident dan membimbingku, mengalami kecelakaan yang sangat fatal bersama keluarganya. Ia, yang dulu pernah mengalami nasib sama denganku saat sekolah, “tersia-sia” oleh situasi, terbaring tak berdaya. Bahkan sang istri kini tengah dibantu ventilator, dengan kesadaran yang sangat menurun. Putra mereka tiga. Sama denganku. Tiap kali mengingatnya, ada rasa pilu menghunjami hati, membasahi mata.

Mungkin karena kulihat dirinya dalam diriku. Baru beberapa tahun lulus spesialis, tengah merintis karir, tengah bergairah merancang masa depan. Dan kini tiba-tiba harus menjalani masa-masa terberat dalam hidup.

Ah, betapa hidup sangatlah rapuh. Kematian mengintai tiap saat. Hari ini, tulisan ini bisa saja menjadi tulisan terakhirku.

Lantas, apa yang akan kulakukan seandainya hari ini adalah hari terakhirku?

Kurasa aku takkan melakukan banyak hal. Cuma hal-hal terpenting saja dalam hidup. Juga mengatakan beberapa kalimat pada mereka yang kusayangi, lantas meminta maaf.

Kemudian aku ingin tidur di Shangri La yang sebenarnya. Sebuah tempat serupa surga, yang menurut beberapa tradisi Buddhis juga disebut Shambhala.

Sebuah tempat dimana yang ada hanyalah keheningan, kedamaian, kebahagiaan, kasih sayang…

2 Tanggapan

  1. thx telah mengajakku..mari kita buat shangri la di keluarga kita. menciptakan kebahagian, kedamaian, kasih sayang bersama. aku sayang kamu…

  2. Astaghfirullah..do I know him?
    Jadi teringat, 4 bln lalu, tengah malam buta, om menelpon dgn suara bergetar, bahwa anak lelakiny mengalami kecelakaan..aq pun segera brkt ke rs, persis ketika sampai di ugd, saat itu pula monitor menunjukkan irama asistole..dia anak tunggal, penurut kepada ortunya, baru saja akan lulus sma dan sedang merencanakan kuliahny..bisakah kau bayangkan betapa hancur hati orangtuanya..sebelum berangkat, dia hanya pamit pergi sebentar untuk berkumpul dengan teman-temanny..tapi dia pergi untuk selamanya..aku menyesal dulu tidak lebih sering berkunjung ke rumahnya,karena tiap aku kesana pasti aku selalu membawakan makanan kesukaanny, dengan begitu aq bisa lebih sering menyenangkannya..
    But that is faith..
    Kini jangan menunda lagi,setiap hari senangkan orang-orang dekat qta, nyatakan cinta, minta maaf dan ucapkan terima kasih..jangan sampai ketika saat itu tiba, qta mengatakan ‘if only..’
    *Jadi sedih teringat adik sepupuku itu, dia pergi dengan tiba2 bi 😦

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: