Subuh ini, saat aku melihat ketiga gadis kecilku tidur, kurasakan waktu yang berlalu begitu cepat.
Cinta sudah hampir 9 tahun kini. Ia yang dulu begitu mungil dalam pelukanku, telah menjadi seorang perempuan kecil yang tiap hari membaca buku. Begitu juga Lintang, gadis lincahku. Sebentar lagi ia masuk SD, dan meminta sepatu baru. “Kalau bisa berwarna hijau ya Pak.” Ah, begitu sering kita membelikan sepatu untuk anak kita. Tidakkah mereka tumbuh terlalu cepat?
Sedang Langit kecilku yang cantik, tengah tahun ini akan memulai TK-nya. Ia sangat lucu dan perhatian. Kadang dipegangnya bahuku lantas dipijatnya pelan. Ia tahu kalau ayahnya lelah sepulang kantor. Ketika aku berbisik di telinganya, “I love you.” Ia akan menjawab,”I love you too..”, meski matanya tetap asyik pada buku bergambar itu.
Aku tahu kalau aku takkan selamanya bisa memeluk mereka. Satu hari ketiganya pasti beranjak besar, lantas banyak hal akan berubah. Tiba-tiba saja mereka telah terbang. Lepas dari sarang. Bisa saja ke Harvard, Ubud, atau Johannesburg. Bukankah kita semua mesti menyelesaikan sesuatu?
Pesawat waktu yang kutumpangi berlalu begitu cepat. Aku tak ingin berkedip. Aku ingin menghirup hidup yang kujalani dalam-dalam.
Waktu yang kau pegang erat akan jatuh lepas, laksana pasir kering pantai yang kau genggam. Tak terasa.
So, hiduplah dengan kesadaran penuh akan fananya waktu. Peluk erat mereka yang kau cintai. Anak-anak, istri, kekasih, ayah ibu, juga sahabat sejatimu. Sebelum pasir itu lepas dari tanganmu.
Lantas berikan yang terbaik. Berjalanlah sejauh mungkin. Panjatlah tebing itu, setinggi yang kau bisa.
Namun, tetaplah nikmati hidup. Pilihlah rasa bahagia. Alih-alih membiarkan dirimu terpuruk dalam hal negatif.
Setidaknya, pelan-pelan, rasakan sungguh pasir waktu itu lepas, menghilang dari tanganmu. Namun tetap diiringi senyummu..
Filed under: perjalanan |
Tinggalkan Balasan