Menjelang Lebaran.
Seperti kebanyakan orang, hari2 ini aku pulang ke rumah. Namun entah kenapa malam ini aku naik ke kamar atas, dan melihat tumpukan buku2 lama di lemari.
Satu di antaranya terlihat sangat tua. Menguning. Halaman yang rapuh. Tulisan lama mengabur. Namun masih bisa terbaca. Mencampur aduk rasa.
Aku tak tahu aku menuliskannya dimana, tapi sepertinya di rumah dinas Ibu yang lama di Sukodono, Kendal, Jawa Tengah. Lebih 19 tahun lalu. Sepotong sumpah serapah. Sebait puisi. Saat aku masih begitu muda belia. 16 tahun.
Kamis, 4 Juli 91 di Kendal
Hari terus kulalui tanpa arti. Aku malu pada diriku sendiri, dan Tuhan. Yusuf Suseno hidup tak bersandar pada Gusti, tapi pada nafsu.
“Kemuliaan terbesar bukan pada duniawi, tapi pada jiwa yang terbebas dari nafsu duniawi”
Hidup sebagai seorang manusia sangat sulit. Lebih dari sekedar berkata-kata.
Di sini ada sedikit jeda. Ruang kosong. Lantas sepotong sajak.
Doa
Gusti,
jadikan aku seorang manusia
19 tahun kemudian, aku berkaca.
Terasa tulisan pendek itu masih saja berlaku. Sungguh. Kau benar Gusti Allahku. Kau selalu. Demi waktu, sesungguhnya manusia adalah mahluk yang merugi..
Belasan tahun telah berlalu, dan terbukti aku masih belum jadi apa-apa. Jiwaku belum hijrah. Kemuliaan itu masih sangat jauh di tanah antah berantah. Dan aku belum beranjak kemana-mana…
Ya Allah Gusti, mulai Ramadhan ini, perkenankan aku untuk berlari..
padaMu..
Amin.
Filed under: seputar hidupku | Tagged: Doa, sajak, Tulisan lama |
Stuck pula aku! Huffth..