… Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. (al-Baqarah: 216)*
Bulan ini, sudah 6 tahun lebih aku pergi dari rumah dan tinggal Surabaya.
Kau lihat, anakku tengah menunggu kereta Rajawali di stasiun Tawang, Semarang. Dan kejadian yang sama terus berulang. Bertahun-tahun. Selama itu, ada banyak yang sudah kulalui. Ada saatnya hidup terasa lapang. Namun kadang terasa sempit.
Tapi seperti banyak orang bilang, sempit dan lapang, tidakkah itu cuma ilusi? Cuma persepsi? Lagipula , bukankah kita tak tahu apa-apa?
Pagi ini, setelah sholat subuh, pelan-pelan kurasakan hatiku bicara. Ya. Kau benar. Aku sudah terlalu sering melupakannya.
Ia berbisik, bahwa yang terpenting untuk kulakukan saat ini cuma mencari bekal untuk hidup setelah mati. Itu saja.
Aku, entah kenapa, mengiyakan kalimat itu. Dan ternyata implikasi dari meng’iyakan’ suara hatiku itu sangat luas.
Dalam hidup yang penuh pilihan ini, saat berada di persimpangan, maka sudah seharusnya aku mengambil jalan yang memperbanyak bekal. Jalan yang mendekatkan diri kepada Gusti Murbeng Dumadi. Tak ada lagi rasa takut, kuatir, ataupun cemas. Karena Allah mengetahui, sedang aku tidak tahu apa-apa. Karena Allah yang Maha Menjaga. Sedang aku tak bisa apa-apa.
Itu seharusnya. Karena sekali lagi kau benar. Aku sudah terlalu sering melupakannya. Akibatnya ubanpun terus tumbuh di kepalaku.
Kudengar lamat-lamat suara Ibu saat sungkem Lebaran tahun lalu.
Sholat yo…
*Ayat Al Qur’an diambil dari harunyahya
Filed under: perjalanan |
Tinggalkan Balasan