Aku menulis catatan ini di atas pesawat Silk Air dari Surabaya ke Changi. Ya. Changi, Singapura.
Ndeso memang, tapi ini memang jadi perjalanan pertamaku ke luar negeri. Tentu saja selain ke Timor Leste saat bertugas untuk UNICEF beberapa tahun lalu.
Tapi 10 tahun lalu aku tak memerlukan paspor. Keadaan tengah genting. Pengungsi berseliweran dimana-mana. Aku pergi ke NTT dan Timor Leste untuk menolong dan mencari nafkah.
Kini berbeda. Aku pergi untuk menyampaikan sesuatu di World Conggress of Echocardiography di Manila, Filipina. Kumpulannya para pakar ekhokardiografi dunia. Dan itu semata karena hasil risetku tentang ekhokardiografi pada pasien-pasien mitral stenosis. Duh, memikirkannya membuatku merinding. Betapa kecil ilmuku dibanding para ahli yang nanti duduk di sana. Menatapku..
Bismillah. Bismillah…
Perjalananku dimulai dari membuat paspor, mengurus NPWP, lantas menunggu travel agent mendapatkan tiket dan akomodasi. Dan tentu saja meminta restu.
Seperti kata Ibnu Athaillah, aku hanya mengikuti takdirku. Dan tangan Tuhan selalu hadir tiba-tiba tanpa dinyana. Mengagetkanku malah. Semua terjadi di luar kuasaku untuk mewujudkannya. Terima kasih pada guru-guruku…
Tapi terbang ke Singapura dengan Silk Air, lantas bersama Singapore Airlines ke Manila jelas di luar segala harapanku saat menjadi dokter umum dulu. Siapa menyangka, seorang dokter dari desa Grabag yang berumah di tengah sawah dan gunung bisa terbang ke luar negeri.
Yah, kau benar. Hidup penuh rahasia. Dan kini, saat aku menulis tulisan ini di atas pesawat yang sebentar lagi mendarat di Changi, aku satu persatu mulai membuka rahasia yang disediakan Allah untukku. Kini, doaku makin sederhana.
Ya Allah, berikanlah kekuatan padaku untuk terus bergerak menuju ridhaMu. Janganlah Kau beri aku beban yang tak bisa kutanggung. Amin.
Filed under: perjalanan, seputar hidupku | Tagged: Manila, perjalanan, World Conggress Echocardiography |
Tinggalkan Balasan