Menangisi Lebaran Bersama Laskar Pelangi

Sepanjang film Laskar Pelangi diputar mata saya basah oleh air mata. Diam-diam saya menangisi keikhlasan Bu Mus, kesungguhan Pak Harfan, ketekunan Lintang, menangisi Harun yang terbata tapi gembira.

Lebih dari itu, saya menangisi diri sendiri. Saya yang masih saja merasa kurang di tengah kecukupan, yang begitu mudah tergoda dengan iming-iming materi, yang sedikit-sedikit menyerah pada tantangan. Saya juga menangisi anak-anak saya yang tak sempat diasuh guru seperti Bu Mus, menangisi kalimat Pak Harfan yang hari-hari ini jarang sekali saya temui. “Memberi sebanyak-banyaknya. Bukan meminta sebanyak-banyaknya.” Ah, adakah yang masih memegang erat kalimat itu dalam hati?

Menonton film Laskar Pelangi membuat saya makin sadar akan kerinduan yang membuncah. Kerinduan untuk pulang pada ketulusan, keramahan, kasih sayang, kesederhanaan, dedikasi tanpa pamrih, cita-cita, impian.

Tak terasa lusa Lebaran. Seperti yang lain, saya pun akan pulang. Beberapa pertanyaan yang mengganggu antara lain, apakah saya berani menemui mereka? Tidakkah saya sudah terlalu asing dengan semua itu? Lantas, beranikah saya membawa sekeping ketulusan, keramahan, kasih sayang dan yang lain saat kembali ke Surabaya nanti?

Semoga. Setidaknya saya berharap, saat menonton kembali film Laskar Pelangi, produksi air mata saya sudah jauh berkurang. Bukan karena bosan, tapi karena ada sebagian kebaikan Pak Harfan yang saya telah saya miliki. Tapi itu tentu tak mudah. Saya tahu kalau saya harus bekerja keras, mengumpulkan kelembutan hati di liburan Lebaran besok. Selamat berhari raya. Mohon maaf lahir dan batin.

9 Tanggapan

  1. kadang2 kita enggan memberi banyak… mungkin khawatir akan kehilangan banyak. minimal ada yang berkurang. padahal ketika memberi, justru akan mendapat banyak hal yang berarti… yang seringakli tak bisa diukur dengan dengan materi. pada akhirnya, memberi ke orang lain adalah memberi ke diri sendiri.

    what goes around, comes around 😉

  2. Mengapa terkulai dalam gemuruh suka cita, tatkala kita mengetahui sang Ramadhan akan berpisah dari kita ? Ungkapkanlah melalui air mata. 🙂

  3. mas…sampai saat ini dan hari ini 30-09-2008, film LP belum beredar di Pontianak, padfahal aku pengen nonton

  4. sepertinya a must see movie ya mas..saya ada recommend film bagus, a handcrafted movie menurut saya..film korea,judulnya A Man Was A Superman.bagus bgt dok…selamat mudik ya mas..

  5. wah sensi banget yaa…

    mudah2an kalo liat pasien2 yg gak ato kurang mampu nanti2nya jangan nangis ato lari krn gak tega yaa…

    mohon maaf lahir dan batin

  6. Saya yaqin, pak dokter masih peka dg suara hati.

    Saya menghimbau diri saya dan anda, sering-seringlah membaca dan meresapi makna Asmaul Husna. Krn 99 sifat Allah itu merupakan suara hati yang harus qt dengar seperti Asshabur: Maha penyabar, AlQudus: Maha Suci dsb…

    semakin qt selalu mendengar suara hati, ia akan semakin tajam dan sebaliknya…

    Salam…

  7. “Orang yang suka memberi jauh lebih berbahagia dari pada yang tidak suka memberi, terlebih lagi dari pada yang suka meminta…”

  8. Saya tak sempat menangis menonton film ini, karena mengajak anak2 saya serta menonton dan yang kecil (2,5 thn) seperti biasa membuat saya sibuk memperhatikan dirinya ketimbang Ikal di layar lebar. Ibunya anak2 yang nangis — apalagi dia memang gampang nangis.

    Rasanya ingin sekali lagi nonton film itu. Dan mengembang air di pelupuk seperti Pak Dokter.

    Salam kenal. Kami sering mengikuti tulisan Anda yang sejuk di Metropolis JP. Kini ijinkan saya tautkan blog ini ke blog saya (http://bahtiarhs.net). Monggo jika ada kesempatan untuk mampir. Ada sedikit resensi tentang film LP.

    Salaam,
    Bahtiar HS / bahtiarhs.net

  9. Terima kasih atas commentnya.. 🙂

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: