oleh dr. M. Yusuf Suseno
Mengapa kondisi mantan Presiden Soeharto memburuk dan mengalami kegagalan fungsi multi organ? Pertanyaan tersebut banyak dilontarkan masyarakat. Berbagai sumber menyebut adanya diabetes mellitus, batu ginjal, gangguan fungsi ginjal, kelainan irama jantung disertai penurunan fungsi pompa jantung, dan adanya riwayat stroke. Semua itu menyumbang terjadinya perburukan status kesehatan Pak Harto. Dan sebagai sebuah organ penentu kehidupan, berkali pula tim dokter menyebut Cardiac Resynchronization Therapy (CRT), sebagai salah satu pilihan untuk memulihkan jantung Pak Harto.
Tim yang beranggotakan para pakar ini berharap dengan CRT, jantung Pak Harto bisa memompa darah lebih efektif, dan ujung-ujungnya bisa memulihkan fungsi organ yang lain. Mengapa jantung Pak Harto membutuhkan CRT? Benarkah CRT seampuh itu? Bagaimana cara kerja CRT di jantung Pak Harto nantinya?
Jantung sebagai sebuah organ vital dalam tubuh terdiri atas empat ruang. Ruang pertama adalah atrium(bilik) kanan, yang berfungsi menerima darah ‘kotor’ dari seluruh tubuh. Darah ini kemudian masuk ke ruang kedua, ventrikel(serambi) kanan, yang memompa darah ke paru-paru. Paru-paru mengisi darah dengan oksigen, mengirimnya ke ruang ketiga, atrium kiri jantung. Atrium kiri memompa darah ’bersih’ melewati sebuah pintu yang disebut katup mitral, menuju ventrikel kiri, ruang terpenting dari jantung. Mengapa disebut terpenting? Karena ventrikel kiri inilah yang bertugas memompa darah, menyalurkannya ke seluruh tubuh, termasuk organ penting seperti ginjal, otak dan paru-paru.
Kondisi gangguan fungsi pompa ventrikel kiri inilah yang saat ini menimpa Pak Harto. Pada sebagian besar pasien, gangguan fungsi pompa ventrikel ini terjadi karena adanya kerusakan atau kelemahan otot jantung akibat penyakit jantung koroner. Sebab lainnya adalah infeksi, kelainan genetik, toksin, dan gangguan metabolik.
Kelemahan gangguan fungsi pompa ventrikel kiri menyebabkan jantung tidak bekerja optimal, menimbulkan gejala yang disebut gagal jantung. Yakni suatu kumpulan gejala dimana jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Salah satu gejalanya adalah sesak napas karena penumpukan cairan di paru-paru, juga adanya pembengkakan akibat timbunan cairan pada bagian tubuh lain.
Melalui berbagai penelitian ternyata diketahui bahwa sebagian besar pasien dengan gagal jantung juga memiliki kelainan sistem listrik dalam jantung. Atau sebaliknya, kelainan sistem listrik yang sebelumnya telah ada memicu perburukan kinerja pompa jantung, menimbulkan gagal jantung. Mengapa demikian? Karena sistem elektrik inilah yang menggerakkan otot jantung, mengatur irama, menjaga keselarasan gerakan ruang-ruang jantung. Pemeriksaan sederhana dengan rekaman elektrokardiografi EKG bisa mendeteksi ada tidaknya gangguan arus sistem listrik jantung.
Sistem listrik jantung yang sangat vital ini dimulai dari sebuah titik yang terpusat di atrium kanan, disebut nodus SA. Sinyal listrik jantung seterusnya menuju kedua atrium, merangsang mereka untuk memompa darah ke ventrikel. Sinyal ini kemudian diperlambat dalam stasiun pengontrol yang disebut nodus AV, letaknya tepat di antara atrium dan ventrikel. Dari stasiun nodus AV sinyal listrik diteruskan melalui jalur khusus, sebuah jalan tol menuju ventrikel kanan dan kiri. Ia disebut cabang berkas kanan dan kiri. Kedua cabang berkas ini turun ke ventrikel dan akan merangsang kedua ventrikel kanan dan kiri jantung, guna memompa darah secara simultan dan terkoordinasi menuju paru-paru dan seluruh tubuh.
Sebagian besar kelainan sistem listrik pada penderita gagal jantung adalah blok atau hambatan pada jalur tol menuju ke ventrikel kiri(cabang berkas kiri), disebut Blok Cabang Berkas Kiri (BCBK). Adanya blok atau kemacetan total ini menyebabkan terjadinya perlambatan kontraksi ventrikel kiri, karena akhirnya arus listrik harus turun melewati jalur tol cabang berkas kanan terlebih dulu. Setelah merangsang ventrikel kanan, sinyal listrik dipaksa melalui ‘jalur lambat’ antar sel menuju ventrikel kiri, memicu kontraksi ventrikel kiri.
Akibat keterlambatan sinyal listrik ini, terjadilah disinkroni gerakan kedua ventrikel. Gerakan ventrikel kiri yang terlambat membuat efektifitas pengisian ventrikel kiri terganggu, terjadi penebalan otot ventrikel kiri, menurunkan efisiensi pompa jantung, semua itu akan membuat gejala gagal jantung makin parah.
Pada kasus Pak Harto, apa yang menyebabkan terjadinya disinkroni dan penurunan fungsi pompa ventrikel kiri? Selain kemungkinan serangan jantung yang tak terdeteksi, pemasangan pacu jantung di ventrikel kanan pada tahun 2001 juga memegang peranan penting dalam proses penurunan kontraksi ventrikel kiri..
Tahun 2001 Pak Harto mengalami perlambatan denyut jantung yang berbahaya, dan membutuhkan dipasangnya sebuah alat pacu jantung. Alat pacu jantung ini menggantikan fungsi picu sinyal listrik dari pemicu alami jantung yang rusak. Tim dokter pun kemudian memutuskan untuk memasang alat pacu jantung jenis VVIR(Tempo Interaktif 15/6/01). Alat pacu jantung jenis VVIR ini pemicunya terletak di ventrikel kanan, dan merupakan salah satu jenis alat pacu jantung terbanyak yang digunakan di dunia saat ini, terutama di negara dunia ketiga.
Sayangnya alat pacu jantung yang berhasil menyelamatkan hidup Pak Harto pada tahun 2001 itu bukannya tanpa efek samping. Karena letak pemicunya berada di ventrikel kanan, maka aktifasi ventrikel kiripun tidak lagi melalui jalur tol yang ada, tetapi dipaksa melalui jalur lambat. Terjadi keterlambatan sinyal listrik ke ventrikel kiri, mirip dengan proses blok cabang berkas kiri (BCBK). Hal ini kemudian menyebabkan terjadinya disinkroni, ketidakharmonisan gerakan antara ventrikel kanan dan kiri. Muncul gangguan pengisian ventrikel kiri yang makin parah, kebocoran katup penghubung atrium dan ventrikel kiri, serta penurunan fungsi pompa jantung.
Penurunan fungsi pompa jantung akan memperburuk fungsi ginjal. Begitu pula sebaliknya. Fungsi ginjal yang memburuk akan menyebabkan gangguan metabolik, yang menekan fungsi jantung. Akhirnya terjadilah penumpukan cairan di seluruh tubuh. Termasuk paru-paru. Pak Harto pun mengalami sesak napas, dan gagal ginjal.
Berbagai penelitian mutakhir menunjukkan manfaat Cardiac Resynchronization Therapy (CRT), sebagai suatu terapi untuk pasien dengan gagal jantung berat dan gangguan fungsi pompa yang mengalami disinkroni otot jantung. Disinkroni otot jantung ini bisa dideteksi dari rekaman elektrokardiografi, maupun pemeriksaan ekhokardigrafi.
Tidak jauh berbeda dengan alat pacu jantung yang lama, cara kerja CRT sebenarnya cukup sederhana. Hanya saja CRT ini memiliki tiga tempat pemicu. Pertama di atrium kanan, kedua di ventrikel kanan, dan ketiga di sinus coronarius yang akan memicu ventrikel kiri.
Ketiga posisi ini menyebabkan alat pacu jantung CRT bekerja lebih baik, karena secara bersamaan ia merangsang ventrikel kanan dan kiri secara simultan. Menghilangkan disinkroni, menghasilkan gerakan kedua ventrikel jantung yang lebih terkoordinasi.
Berbagai penelitian menghasilkan data bahwa penggantian alat pacu jantung lama yang hanya terletak di ventrikel kanan dengan CRT akan mengembalikan otot jantung yang terlanjur mengalami disinkroni. Selain itu penggantian dengan CRT juga akan memperbaiki kontraksi dan pompa ventrikel kiri, mengecilkan volume ruang jantung, meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi gejala gagal jantung.
Pemasangan CRT tidak membutuhkan operasi bedah jantung. Tetapi meski demikian, pemasangan CRT juga tidak mudah dan sederhana. Alat CRT ini harus dimasukkan melalui jalur pembuluh darah vena(transvenous approach), dimana kateter kemudian dimasukkan dan digerakkan menuju atrium kanan dan ventrikel kanan. Pada kedua ruang jantung tersebut diletakkan elektroda(pemicu), dan kemudian juga dilakukan kanulasi di sinus koronaria untuk menempatkan elektroda pemicu ventrikel kiri di sana. Ketiga lead pemicu jantung ini dihubungkan dengan kabel menuju sebuah generator kecil, yang kemudian ditanam di tubuh pasien.
Lantas, mengapa Pak Harto tidak segera dipasang CRT? Pasti ada alasan kuat mengapa tim medis menunda pemasangan CRT. Kemungkinan pertama adalah faktor usia. Jumlah penelitian yang menggunakan CRT pada usia lebih dari 80 tahun sangatlah terbatas. Kedua, kondisi kadar hemoglobin(Hb) Pak Harto yang rendah menyebabkan resiko tindakan pemasangan meningkat, karena bukan tidak mungkin terjadi perdarahan saat pemasangan. Ketiga, kanulasi sinus coronarius untuk pemasangan elektrode ventrikel kiri juga tidak selalu mudah. Dengan kondisi Pak Harto yang tidak stabil dan Hb yang rendah, maka resiko untuk gangguan irama dan serangan jantung baru saat pemasangan akan meningkat, semua itu bisa membahayakan Pak Harto.
Saya berdoa semoga Pak Harto berhasil melalui masa-masa kritis ini, dan mencapai kondisi optimal untuk dipasang CRT agar jantungnya sehat kembali. Amin.
Filed under: artikel termuat selain di JAWA POS/KOMPAS, kesehatan jantung | Tagged: Cardiac Resynchronization Therapy, Gagal Jantung, pak harto, Penyakit Jantung |
Bismillah.
Assalamualaikum
Perkenalkan, saya yuli (yang blognya ksatria cahaya itu). Saya sedang mengerjakan skripsi, baru akan mulai. Dengan tema instalasi pengolahan air minum untuk mereduksi kandungan kesadahan di Gunung Kidul. Salah satu alasan saya merencanakan desain instalasi tersebut karena kandungan kesadahan (kalsium dan magnesium karbonat) yang sangat tinggi dan PDAM tidak mengolahnya. Ada banyak akibat dan kerugian yang bisa ditimbulkan, selain secara teknis mengganggu perpipaan, memang ada baku mutu standar untuk kesadahan. Pernah baca di jurnal internasional, kesadahan yang tinggi berpengaruh terhadap tubuh juga yaitu cardiovascular disease. Tapi saya belum terlalu jelas mengenai hal ini. Gini mas, njenengan belajar cardio kan? Bisa bantuin ga, kalo ada artikel atau pengetahuan tentang hubungan kalsium karbonat dan magnesium karbonat terhadap cardovaskuler disease. Hehe…biar oke skripsi saya. Btw, ini insyaAllah kontributif. Kasusnya nyata, tau daerah Gunung Kidul yang sering kekurangan air dan masyarakatnya sampai jual sapi buat beli air kan? Nah, saya sedang mencoba membantu mensolusikannya. Siapa tau PDAM dan Pemda bisa menerima alasan kenapa harus ada instalasi pengolahan air minum, lalu desain saya diterima.
Hmm…saya kuliahnya di jurusan teknik lingkungan ITB, spesifikasi bidang air bersih.
Matur nuwun.
Wassalaamu’alaikum..
Menawi wonten wekdal mangke kulo padosaken mbak Yuli. Mugi2 sukses… 🙂
Maaf dok melenceng dr tema
Sya mau tanya dok
Hr senin suami saya, 26 tahun nyeri di dada kiri dari pagi hingga malam
Bila berbaring sakit tambah parah, untuk duduk sakit berkurang, berdiri sakit lebih berkurang
D rontgen g ada masalah, d ekg irama jantung bermasalah, setelah berbaring, d cek nadi dokter igd hasil normal
Hari selasa sdah tidak nyeri, konsultasi ke dr jantung, hasil ekg mulai normal, tensinya 100/70
Jd diberi obat oles, dan minum untuk pereda nyeri dan kaku otot
Dokter bilang kalau jantungnya tidak bermasalah, tp kalau untuk bekerja suami saya jd cepat capek dok
Menurut dokter bagaimana?