25 desember 2007 menjelang magrib
Aku masih belum tahu mau kemana setelah ini. Tapi apakah pertanyaan itu penting? Apakah pertanyaan : setelah ini tinggal dimana, bekerja dimana, berkarir dimana, itu sungguh berarti untuk dijawab? Bukankah kepastian yang ada adalah : hidup sesungguhnya cuma hari ini, sedang di depan sana yang pasti cuma satu : maut belaka?
‘hold on my heart’ nya phil collins melayang-layang di udara magrib surabaya yang mendung. hujan gerimis barusan. sebentar lagi malam.
Dan memang sungguh cuma hari ini yang akan kujalani. Kemarin dengan segala kesenangan, kesalahan, keburukannya telah berlalu. Sedang esok dengan bayang-bayangnya belum tentu terjadi, belum tentu datang.
Lantas, kenapa tidak sungguh2 menghisap kuat napas hari ini, jalani segala pengalamannya sepenuh hati, sesadar mungkin?
Mungkin cuma itu satu-satunya cara agar kita bisa merasa bahagia. Hadir pada detik ini. Pada tiap hela napas, tiap langkah, tiap kedipan mata, tiap suara melintas di telinga. tiap keputusan, tiap keindahan, tiap kegagalan, tiap kesalahan, tiap tawa, tiap rasa sakit, tiap apapun.
Lagipula aku tahu, ada banyak orang di dunia ini, saudaraku yang buta, stroke, dan cacat. Saudaraku yang tengah menghitung hari di bangsal rumah sakit. Saudaraku yang menunggu di depan pintu kamar operasi. Mereka pasti ingin sekali bisa melakukan sesuatu yang kuanggap biasa dan sederhana seperti yang kulakukan.
Hanya sekadar untuk duduk, melihat layar komputer, menggerakkan jari, dan menuliskan sederet kalimat ini. Kalimat yang bahkan berisi keluh kesah.
Ah, sesungguhnya tak ada yang biasa, sederhana, hanya dan sekadar!
Filed under: seputar hidupku | Tagged: biasa, hanya, sederhana, sekadar |
kini & di sini memang tidak sesederhana itu. kalau melihat lebih dalam, dalam dan dalam lagi… maka akan terasa ‘tangan-tangan semesta’ yang menyapa 😉
🙂