Yayasan Jantung Indonesia Itu Apa Dok?(Juara 3 Lomba Tulis Artikel HUT YJI ke-25 tahun 2006)

Seorang Bapak berusia 45 tahun, sebut saja Pak Sukur, memang sangat bersyukur karena berhasil bertahan dari sebuah serangan jantung yang luas. Pada hari kelima opname di sebuah rumah sakit pemerintah tempat saya belajar dan bekerja ia bertanya, “Dok, adakah orang yang bernasib sama seperti saya, dan tetap bahagia?” Pertanyaan itu menghentak hati. Membuat saya ikut bertanya, ketika ia pulang, dengan siapa ia akan berbagi?

Seorang dokter yang baik selalu ingin pasiennya sembuh. Itu tak terbantahkan. Tapi apakah masalah berhenti setelah sang pasien pulang dari rumah sakit, selamat dari serangkaian peristiwa buruk yang menghempas semangat? Tentu saja tidak. Pasien membutuhkan lingkungan dan tempat berbincang. Pasien membutuhkan tempat berteduh dari kegalauan hati. Karena ada satu hal yang tidak bisa diberikan oleh seorang dokter, perasaan senasib.

Penelitian telah memperlihatkan bahwa kondisi psikologis pasien mempengaruhi masa depannya. Depresi misalnya. Pasien yang mengalami kesedihan mendalam, patah semangat, merasa tidak berarti, dan jatuh dalam kondisi depresi pasca serangan jantung memiliki resiko kematian 3-4 kali lipat dalam 18 bulan. Begitu pula dengan dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar. Pada pasien dengan dukungan sosial rendah, ternyata memiliki resiko kematian yang meningkat.

Setiap pasien membutuhkan keluarga, lingkungan, dan wadah dimana dia bisa berbagi cerita dan nasib.
Ini berarti tempat bernaung, dimana pasien pasca serangan jantung dapat bertemu dan memperkuat pencegahan sekunder. Pencegahan sekunder adalah titik tolak menghadapi kemungkinan serangan jantung berikut, yang biasanya lebih mematikan pada pasien yang berhasil bertahan. Ia juga mencegah kematian dini akibat komplikasi yang terjadi. Dan dengan kemajuan terapi intervensi dan ilmu kedokteran, akan semakin banyak penderita pasca serangan jantung yang membutuhkan rumatan jangka panjang. Selain obat-obatan, pasien juga membutuhkan proses sosialisasi untuk meningkatkan semangat menghadapi hari-harinya yang telah banyak berubah. Mungkinkah Yayasan Jantung Indonesia bisa merangkul mereka?

Di hari yang lain seorang ibu 55 tahun, sebut saja Bu Getun, setelah sesak dan gejala gagal jantungnya mulai teratasi, sering curhat kepada saya dengan logat maduranya yang kental. Salah satu pertanyaan yang menghunjam adalah, “Dok, kenapa ya, kok tidak ada yang memberi tahu kalau penyakit saya ini sebenarnya bisa dicegah?” Ia memang memiliki berat badan berlebih, kadar kolesterol yang tinggi, dan riwayat hipertensi yang tidak terkontrol. Pertanyaan itu juga membuat saya termenung sejenak. Kemana mereka seharusnya bertanya?

Kalau Pak Sukur membutuhkan suatu dukungan untuk memperkuat pencegahan sekunder, Bu Getun adalah kisah klasik suatu pencegahan primer yang gagal. Hipertensi, diabetes mellitus, kegemukan, dislipidemia, merokok, semuanya melintas melalui jalan bebas hambatan ke arah penyakit jantung.

Bu Getun telah berhasil melewati itu semua dengan mulus, dan berhasil menyandang predikat penderita gagal jantung. Ia terkejut dengan statusnya saat ini dan menyesalinya. Mungkin ingin menyalahkan seseorang, tapi siapa? Ketidaktahuannya sendiri? Ketidakpedulian masyarakat? Kesibukan tenaga medis yang tidak sempat memberikan promosi kesehatan yang baik?

Kedua peristiwa itu menggambarkan gelapnya gambaran dunia penyakit jantung di masyarakat. Baik sebelum penyakit jantung muncul, maupun setelah terlanjur terjadi. Banyak pasien, terutama yang berasal dari golongan menengah ke bawah dan tergolong masyarakat miskin, tidak memiliki akses terhadap informasi tersebut. Yayasan Jantung Indonesia, organisasi masyarakat terbesar yang salah satu tujuannya adalah mencegah terjadinya penyakit jantung, sangat berkepentingan dengan hal tersebut.

Dengan didirikannya beribu klub jantung sehat di Indonesia, Yayasan Jantung Indonesia sebenarnya telah berusaha untuk bergerak secara horisontal. Dari masyarakat ke masyarakat. Dan memang pendekatan ini lebih ampuh pada beberapa kondisi. Terutama jika pemerintah masih disibukkan oleh dirinya sendiri. Tetapi selain efektif, ia memiliki banyak keterbatasan. Antara lain adalah tidak adanya publikasi yang memadai, dana yang terbatas, dan gerak yang lamban.

Padahal penyakit jantung bergerak sangat cepat. Ia diramalkan akan menjadi suatu wabah di masa depan.
Saat ini saja di Indonesia penyakit jantung dan stroke menjadi momok yang mematikan. Posisinya terus di puncak klasemen statistik, dan menjadi penyebab kematian utama setelah usia 35 tahun. Ia menghabiskan biaya begitu banyak, dan dana kesehatan dari Pemerintah lewat program Askes Masyarakat Miskin pasti akan cepat habis bila digunakan untuk melakukan intervensi pada setiap pasien jantung koroner yang membutuhkan. Bila setiap pasien menghabiskan biaya minimal 30 juta untuk tindakan intervensi, maka 10 pasien setiap bulan akan menghabiskan dana 300 juta. Rasa-rasanya banyak orang yang bisa diselamatkan bila dana sebesar itu juga digunakan untuk mengedepankan program pencegahan primer dan sekunder terhadap penyakit jantung dan stroke. Sehingga kita tidak selalu ketinggalan di belakang laju peningkatan penyakit ini.

Pak Sukur dan Bu Getun adalah korban dari kelambanan itu. Ditambah lagi dengan akses informasi yang terbatas akibat kelemahan ekonomi, membuat mereka “dipaksa” untuk menderita penyakit jantung. Ketika diajukan pertanyaan kepada mereka, “Bapak Ibu pernah mendengar tentang Yayasan Jantung Indonesia?” Keduanya seketika menggelengkan kepala. Dan pertanyaan mereka selanjutnya pun hampir mirip, “Yayasan Jantung Indonesia itu apa Dok?” Giliran saya yang kalang kabut menjawabnya.

Saya sendiri tidak akan bersentuhan dengan Yayasan Jantung Indonesia andai tidak menjadi residen kardiologi. Selama 3 tahun menjalani masa bakti sebagai dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Puskesmas tengah Pulau Jawa, saya pernah sekali dikirimi surat untuk untuk mengikuti senam jantung sehat bersama di pendopo kabupaten, dalam rangka ulang tahun Yayasan Jantung Indonesia. Itupun saya tidak bisa hadir. Selain peristiwa itu, tidak ada lagi kontak antara saya dengan Yayasan Jantung Indonesia.

Berkaca dari peristiwa tersebut kiranya tidaklah aneh jika Pak Sukur dan Bu Getun, keduanya berasal dari golongan masyarakat yang terpinggirkan, tidak pernah mendengar tentang Yayasan Jantung Indonesia. Pun juga informasi seputar pencegahan dan penangangan penyakit jantung. Lantas apa yang harus dilakukan untuk memecahkan masalah ini? Apa yang bisa dilakukan oleh Yayasan Jantung Indonesia guna memperkuat sistem pencegahan primer dan sekunder terhadap penyakit jantung?

Saya bermimpi, akan datang satu hari dimana semua pasien jantung menjadi anggota klub jantung sehat. Mereka senam bersama, tertawa, saling memberi semangat, saling mengingatkan, dan menguatkan. Hidup rasanya akan lebih mudah dan indah. Untuk itu diperlukan terobosan baru. Siapa yang bersedia datang ke rumah sakit dan berkunjung kepada pasien-pasien di bangsal jantung? Seminggu sekali saja. Mungkin tiap hari Senin saat tengah hari yang letih, secercah senyuman, segenggam tangan yang hangat, pastilah akan menambah semangat. Meskipun sebagian besar dari mereka tidak akan bergabung menjadi anggota, setidaknya ada manfaat yang juga dipetik oleh anggota Klub Jantung Sehat yang berkunjung. Mereka akan semakin percaya, bahwa penyakit jantung memang bisa dan seharusnya dicegah.

Pak Sukur berkata kepada saya, “Dok, saya janji tidak akan merokok lagi. Sungguh.” Dalam hati saya bersyukur. Tapi kita tak tahu apakah ia akan cukup kuat menahan godaan itu sesampainya di rumah. Karena rokok bisa mengalahkan akal sehat. Mengapa? Kuncinya ada pada nikotin. Nikotin dalam rokok menyebabkan kecanduan layaknya putauw, ganja dan sabu-sabu. Jadi berhenti merokok sungguh tidak gampang. Di sinilah Yayasan Jantung Indonesia bisa berperan. Sebagai sebuah hobi yang ditularkan lewat perkawanan, Pak Sukur akan lebih terjaga bila berkawan dengan para anggota Klub Jantung Sehat. Beliau akan termotivasi untuk sungguh-sungguh melaksanakan janjinya pada saya.

Tetapi mengawali hal yang baru tidaklah mudah. Diperlukan kesungguhan untuk membumi, dan melepaskan diri dari zona kenyamanan. Tapi siapa tahu para anggota Klub Jantung Sehat berminat. Lagipula siapa lagi yang bersedia mendekati mereka yang miskin, tak berpendidikan, menggunakan sarana Askes Masyarakat Miskin, dan dalam kondisi sakit pula? Dibutuhkan orang-orang yang berusaha tetap ada di jalur yang benar meski dunia tengah bergerak menuju kesuksesan materi belaka. Siapa lagi selain elemen-elemen Yayasan Jantung Indonesia?

Bagaimana dengan pencegahan primer? Gerakan dari Yayasan Jantung Indonesia untuk mengurangi “Bu Getun” yang baru tidaklah kurang. Mulai dari pembentukan klub jantung sehat yang baru, penyebaran gelang biru solidaritas, malam penggalangan dana, saresehan dan simposium, dan informasi lewat media massa. Tetapi mengapa tren penyakit jantung ini tetap bergerak naik?

Hal ini disebabkan karena mereka yang bekerja untuk menciptakan penyakit jantung juga ikut bekerja keras. Pengusaha rokok, yang merupakan salah satu pemasok pajak terbesar di negeri ini, juga ikut bekerja keras untuk menyebarkan wabah rokok, menjual resiko penyakit jantung koroner. Dengan cara halus maupun kasar, iklan rokok terus merongrong anak-anak kita, membuat generasi perokok Indonesia makin muda.

Ditambah dengan makin maraknya restoran cepat saji yang merajalela, gaya hidup yang disebarkan lewat sinetron-sinetron televisi, tekanan hidup yang makin berat, pendapatan yang harus diutamakan untuk pangan dan melupakan kesehatan, semuanya akan meningkatkan prevalensi penyakit jantung di masa depan. Itu pasti.

Untuk itu, Yayasan Jantung Indonesia, yang merupakan perwakilan dari orang-orang yang peduli terhadap jantung dan kehidupan, harus tetap konsisten dalam langkah memerangi rokok dan menyebarluaskan gaya hidup sehat. Pembentukan lebih banyak lagi klub jantung sehat harus diteruskan. Tetapi tidak bisa berhenti begitu saja. Harus diberikan rangsangan yang cukup kepada para anggota klub agar aktif mencari anggota baru. Katakanlah dibuat suatu model network atau jaringan, mencontoh sistem multi level marketing yang tengah marak di Indonesia. Seorang anggota wajib merekrut anggota baru. Dan selanjutnya anggota baru itu pun wajib mencari anggota baru yang lain. Siapa yang paling banyak merekrut anggota baru akan mendapatkan penghargaan khusus dari Menkes RI. Tidak perlu menjadi ketua cabang Yayasan Jantung Indonesia, tidak harus menjadi pelatih senam yang hebat, tetapi cukup dengan mengajak anggota baru. Meski tanpa keuntungan finansial, sepertinya akan cukup memberi semangat bukan?

Jalan lain adalah dengan mendekati anak didik kita di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Mungkin Yayasan Jantung Indonesia sudah sering melakukan penyuluhan dan pendekatan kepada para siswa SMU. Tetapi, walaupun tidak banyak disadari publik, anak-anak kita di bangku SD dan SMP-lah yang sebenarnya sangat rentan mencicipi rokok pertamanya. Data di Amerika menunjukkan, 90 % dari perokok dewasa mulai merokok sejak anak-anak. Dan bukankah Anda tiap hari sering melewati sekelompok anak berseragam putih biru yang merokok saat menjelang pulang sekolah? Mereka tidak mulai saat itu. Mereka sudah mulai beberapa tahun sebelumnya. Berarti sejak duduk di bangku SD!

Bukti nyata datang dari data Survei Kesehatan Nasional tahun 2001 yang menunjukkan bahwa 54,5% laki-laki Indonesia mulai merokok pada usia 10 tahun! Jadi akan sangat bermakna bila Yayasan Jantung Indonesia mulai melebarkan sayap, menumbuhkan bibit anti rokok, menyebarkan kecintaan pada jantung yang sehat pada generasi termuda Indonesia.

Selain kampanye anti rokok, anak-anak kita di bangku SD dan SMP juga harus mulai dikenalkan dengan pola hidup sehat. Ini berarti berolah raga, mengurangi makanan berlemak, dan mengkonsumsi banyak sayur dan buah. Karena meskipun tiap hari ada saja berita di televisi yang mengungkap kasus busung lapar, di perkotaan tingkat obesitas alias berat badan berlebih malah meningkat. Termasuk obesitas pada anak-anak. Penyebarluasan pola hidup sehat ini tentu saja sangat sejalan dengan program Gerakan Jantung Sehat Remaja yang digaungkan oleh Yayasan Jantung Indonesia di hari ulang tahun ke-25.

Apapun gerakan terobosan dari Yayasan Jantung Indonesia, ia akan sangat ditunggu oleh masyarakat Indonesia. Dan Indonesia Sehat 2010 yang kita harapkan bukan sekadar menjadi slogan, tetapi cita-cita yang harus dicapai dengan kerja keras. Bahkan dengan mempertimbangkan kondisi bangsa saat ini, pastilah dibutuhkan jam kerja dan lembur yang panjang untuk mencapainya. Tapi tentu saja tetap dengan gembira, tanpa tekanan stress berlebih, tanpa rokok, tanpa camilan berlemak, tetap menyempatkan diri senam bersama tiga kali seminggu, dan bagi yang memiliki diabetes dan hipertensi, tidak lupa untuk kontrol dan minum obat teratur. Sebagai salah satu motor penggerak, Yayasan Jantung Indonesia harus tetap bersuara lantang dan berjalan di muka untuk menyemangati semua elemen bangsa.

Pak Sukur, Bu Getun, dan teman mereka yang senasib semakin banyak jumlahnya di masyarakat. Mereka menunggu langkah nyata. Berharap dibantu menghadapi hari-hari berikut, dan berdoa agar tidak banyak orang yang bernasib sama. Mari bergerak semangat! Kalahkan kesakitan dan kematian akibat penyakit jantung. Selamat ulang tahun Yayasan Jantung Indonesia!

3 Tanggapan

  1. met pagi semua…. saya mau tanya apa yayasan jantung indonesia menangani pasien anak anak yg mempunyai jantung bawaan bocor pada katup.. anak saya semenjak lahir diponis dokter anak di bogor mempunyai kebocoran pada katup jantung sebesar 0,03 kata dokter specialist jantung anak saya bocornya antara dari darah bersih kedarah kotor. sehingga tidak ada tanda kebiru biruan apabila menangis, oh ya anak saya sekarang berusia tujuh tahun.. aktipitasnya baik selayaknya anak biasa, dok ketika saya menulis ini saya nangis apakah anak saya yg saya cintai dan saya sayangi, akan mempunyai umur yg pendek, tapi saya percaya Allah SWT, akan memberikan jalan yg terbaik buat kami, semoga anak kami diberikan umur panjang, melalui yayasan ini saya berharap ada secercah harapan dimana saya dan keluarga dapat mengatasinya… amien ya robal alamin.

    nama saya Hendra wahyudi
    0812 18 651 561

  2. Dengan Hormat

    Nama saya ibu feny,usia 41 tahun,Alamat :Jl.Manukan Madya No.159 Tandes – Surabaya Telp.031-7415815.Yang ingin saya tanyakan :
    1,Bagaimana Cara Saya agar bisa menjadi anggota pada yayasan Jantung Indonesia?
    2.Kewajiban apa yang harus saya penuhi sehingga saya bisa masuk anggota yayasan jantung indonesia?
    3.Keuntungan & manfaat apakah yang saya peroleh bila saya telah masuk menjadi anggota yayasan jantung indonesia?
    4.Apakah setiap anggota yayasan jantung,berhak mendapatkan pemeriksaan gratis dan berkala dalam setiap bulannya?

    Trimakasi mohon surat kami ini di balas.via post aja pak dan saya mengharapkan dan menginginkan menjadi anggoya yayasan jantung indonesia.Trimakasih.

  3. Salam kenal Gan
    untuk menjaga kesehatan jantung adakah saran terbaik mengikuti program senam apa? menurut Gan baju senam terbaru model seperti apakah yang diminati oleh banyak kalangan?

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: