oleh dr. M. Yusuf Suseno
Setiap hari pasien demam berdarah berdatangan ke tempat pelayanan kesehatan, menambah jumlah korban akibat virus RNA ini. Salah satunya di Jawa Timur. Grafik jumlah penderitanya terus naik dari tahun ke tahun. Di Indonesia sampai 22 Januari 2007 sudah ada 1500 orang terkena demam berdarah, dengan 10 pasien meninggal.(Kompas 24/1/07). Tapi alih-alih menambah dana, sebuah Pemerintah Kabupaten di Jawa Timur malah memangkas dana operasional untuk penanganan wabah demam berdarah hingga 80% lebih(Kompas 26/1/07).
Padahal wabah ini sebenarnya sudah diramalkan oleh Menteri Kesehatan RI. Menkes memperkirakan bahwa puncak wabah demam berdarah akan datang di bulan Januari 2007 ini.(Depkes RI 6/11/06). Untungnya, tidak seperti beberapa tahun yang lalu, hari ini pemerintah memang menggratiskan biaya perawatan bagi penderita demam berdarah di rumah sakit Pemerintah, terutama melalui program Askeskin (Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin). Tapi meskipun demikian, tidak berarti Askeskin menjawab semua masalah kesehatan masyarakat. Termasuk ancaman demam berdarah.
Bukan karena obat-obatan tidak dijamin. Bukan karena pemeriksaan laboratorium tidak disediakan. Tapi karena ada segi strategi kesehatan yang tidak sepenuhnya bisa dijangkau oleh dana kesehatan untuk masyarakat miskin. Yakni segi promotif dan preventif. Dan hal ini sudah terbukti. Karena sebagai sebuah peristiwa yang berulang setiap tahun, bahkan sempat bisa diramalkan oleh Menkes, mengapa kita tetap tak bisa mencegahnya?
Ada beberapa faktor yang dianggap sebagai penyebab wabah demam berdarah. Pertama adalah perkembangan jumlah penduduk yang terus bertambah. Terutama di kawasan perkotaan akibat urbanisasi yang tak terkontrol. Ini menyebabkan jumlah manusia sebagai host alias pejamu virus ini pun makin banyak, meningkatkan resiko penyebaran penyakit.
Kedua, tata ruang pemukiman yang tidak baik. Rumah kumuh berimpitan, menyebabkan hygiene dan sanitasi lingkungan amburadul. Semua itu membuat nyamuk Aides Aegypti berkembang pesat, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Sayangnya, untuk mengatasi kedua faktor di atas memang sulit karena menyangkut masalah ekonomi yang kompleks.
Faktor ketiga yang dicurigai sebagai penyebab merebaknya demam berdarah adalah tidak adanya program dari Pemerintah yang berjalan sistematis dan efektif untuk mengontrol nyamuk di daerah endemis. Padahal, inilah satu-satunya kesempatan bagi kita untuk melawan penyakit ini, setelah usaha mendapat vaksin demam berdarah yang bekerja baik sampai saat ini tak kunjung berhasil.
Bukan berarti para ilmuwan tak bekerja keras. Sejak dirintis pertama kali oleh ilmuwan Jepang dan Amerika, sampai saat ini belum pernah didapatkan vaksin dengue yang benar-benar efektif. Meskipun WHO sendiri sebenarnya menganggap bahwa penemuan vaksinlah yang sebenarnya sangat dinantikan dalam penanggulangan wabah ini. Sayangnya, sebagai suatu penyakit yang banyak menyerang negara tropis yang kekurangan dana, maka proyek penemuan vaksin demam berdarah terkesan jalan di tempat. Sangat jauh berbeda dengan penelitian tentang penyakit jantung koroner misalnya, yang maju pesat karena dianggap sebagai pembunuh utama di Eropa dan Amerika.
Dengan ketiadaan vaksin dan ketidakberhasilan pengontrolan nyamuk Aides aegypti sebagai pembawa virus dengue, maka sejak pertama kali muncul di Surabaya tahun 1968, demam berdarah terus menjadi salah satu sumber kematian. Terutama di musim penghujan. Karena di bulan-bulan ini terdapat banyak genangan air bersih, yang kemudian menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aides aegypti sebagai agen penyebaran virus demam berdarah. Selain itu, suhu udara yang mendingin pada musim penghujan mempengaruhi ketahanan hidup nyamuk, mempengaruhi laju penularan.
Dengan dana yang minim dan malah dipangkas, tidak seharusnya kita mengandalkan Pemerintah untuk penanganan wabah demam berdarah. Masyarakat harus bertindak sendiri. Meskipun klise, rasanya satu-satunya kunci agar demam berdarah tidak menyerang keluarga kita adalah dengan mengusahakan agar lingkungan sekitar tidak menjadi sumber sarang. Gerakan 3M(menguras, menutup, mengubur) perlu didengungkan kembali di tingkat akar rumput rakyat. Dan bukan hanya untuk rumah kita sendiri, tapi juga untuk lingkungan sekitar sesuai dengan rentang jarak terbang nyamuk ini yaitu 40-100 meter.
Bagaimana dengan penyemprotan? Sejak dulu masyarakat banyak berharap pada pengasapan atau penyemprotan. Padahal pengasapan yang benar membutuhkan dana tak sedikit, sesuatu yang selalu menjadi problem di Indonesia. Selain itu, ia pun hanya efektif untuk membunuh nyamuk dewasa. Dan siapa yang menjamin semua nyamuk di lingkungan kita terbunuh jika rumah tetangga di ujung gang tertutup rapat karena penghuninya tengah bekerja? Dan kalau toh memang semua nyamuk terbunuh, sesuatu yang agak sulit terjadi, telur dan jentik yang disebarkannya di sudut rumah akan menggantikannya dalam 10-12 hari sesuai dengan siklus hidup nyamuk Aides aegypti.
Sebenarnya jika pasien datang lebih dini dan mendapat penanganan yang sesuai, maka tingkat kematian akibat demam berdarah cukup rendah, yakni sekitar 1%. Karenanya pengenalan dini gejala demam berdarah sangat penting. Adanya demam tinggi mendadak 2 hari atau lebih, munculnya tanda-tanda perdarahan seperti mimisan atau bintik-bintik kemerahan di kulit, nyeri perut, dan badan terasa lemas harus membuat kita waspada. Pemeriksaan laboratorium darah rutin sebaiknya segera dilakukan pada pasien panas lebih dari 2 hari, untuk memastikan ada tidaknya penurunan kadar trombosit.
Kesalahan tersering adalah menganggap seorang anak hanya menderita infeksi saluran napas atas (ISPA), dan akhirnya pasien datang terlambat ke rumah sakit dalam kondisi syok akibat dengue syok syndrome. Penanganannya pun menjadi sulit dan memiliki tingkat kematian yang tinggi.
Hari-hari musim hujan telah datang. Virus demam berdarah melalui nyamuk Aides aegypti akan terus mencari korban. Tidak ada gunanya menyalahkan siapapun atas kondisi yang terjadi saat ini. Sekali lagi, masyarakat tidak boleh berharap pada Pemerintah, yang kita tahu memang bergerak lamban akibat birokrasi dan dana yang sempit. Gerakan 3M di rumah dan tetangga sekitar serta pengenalan dini gejala demam berdarah adalah jalan keluar satu-satunya dari ancaman kematian akibat demam berdarah.
Filed under: artikel termuat di KOMPAS, kebijakan dunia kesehatan |
Nice blog,
salam kenal. Dok
http://www.fajarqimi.blogspot.com
*salam kenal juga mas fajar..