Belajar Menjadi Daun

“Saya lagi nungguin suami Dok,”ujarnya pelan. Wajah manis perempuan duapuluhan tahun itu tampak kusut dengan mata cekung bergurat lelah. Sudah hampir seminggu sang suami, seorang sarjana lulusan perguruan tinggi ternama di Surabaya tak sadarkan diri dan dirawat di rumah sakit. Selain gadis muda itu, sebut saja dia Ida, tak ada seorangpun anggota keluarga lain yang mau menjenguk.
“Saya memang sendiri,” suaranya melirih. Matanya indahnya membasah saat bercerita tentang kondisi suaminya yang tanpa pernah mereka ketahui ternyata telah mencapai tahap akhir perjalanan AIDS.
“Dia baru saja lulus saat kami menikah 2 tahun lalu, dan saya tahu kalau dia bekas pemakai narkoba. Tapi saya mencintainya.” Kalimat terakhir itu membuatnya tersenyum.

Suami Ida tidak sendiri. Ada puluhan pasien AIDS yang juga dirawat di sebuah rumah sakit pemerintah di Surabaya, dan sebagian besar ada di tahap akhir perjalanan AIDS. “Selama ini suami saya sehat-sehat saja. Badannya memang agak kurus, dan sebulan ini sering sekali diare. Tapi tak ada keluhan lain. Seminggu yang lalu, tiba-tiba dia tak sadarkan diri di kantor, dan dari hasil scanning kepala ternyata ada infeksi toksoplasma di otak. Dokter curiga ia kena HIV. Dan hasil tesnya memang positif.” Bagaimana denganmu Ida? Perempuan 22 tahun ini menjawab dengan napas tertahan,”Saya juga positif.”

Menurut UNAIDS, badan PBB yang mengurusi HIV/AIDS, sampai akhir 2006 diperkirakan terdapat sekitar 170.000 orang dengan HIV di Indonesia. Sebagian besar mereka tertular karena menggunakan narkoba dengan jarum suntik bersama. Resikonya memang sangat besar. Hampir 100%.

Sedang sebagian lain, tertular melalui hubungan seksual. Vaginal, anal, dan oral, semua jenis hubungan seks tanpa kondom beresiko menularkan HIV. Bahkan kondom pun tidak bisa menjamin 100%. Dan perempuan muda seperti Ida, yang memiliki seorang suami dengan riwayat pengguna narkoba, jelas terpapar resiko yang lebih besar untuk tertular HIV. Menurut dr. Nafsiah Mboi, Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Indonesia, tingkat kerentanan perempuan muda usia 15 – 19 tahun terhadap infeksi HIV/AIDS adalah 4 sampai 6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.

Mengapa? Karena secara biologis seorang perempuan memang lebih rentan daripada laki-laki. Penularan HIV melalui kontak seksual dari laki-laki ke perempuan delapan kali lebih besar daripada penularan dari perempuan ke laki-laki. Hal itu menyebabkan kedudukan perempuan menjadi rentan, apalagi dalam dunia yang masih didominasi oleh pria. Pada beberapa kondisi, mereka dipaksa untuk tidak memiliki pilihan, dan itu membawa resiko fatal.

Tetapi HIV/AIDS tidak hanya menyerang orang dewasa. Menurut seorang pejabat Depkes, tiap hari lahir 10 bayi yang lahir dengan HIV di Indonesia. Ini berdasar data tahun 2002(Gizi.net 28/4/06). Bagaimana bayi bersih suci ini tertular HIV? Tentu saja melalui ibunya, seseorang yang sangat mencintai dan seharusnya melindungi agar ia terhindar dari sakit. Sangat ironis bukan?

Ah, Hidup memang tak pernah benar-benar adil. Dan Ida tidak sendiri. Ia memiliki beribu teman senasib. Ida memang mencintai suaminya. Tapi tidak seharusnya ia harus ikut menanggung penderitaan ini.

Andai saja suami Ida tidak menggunakan jarum suntik secara bersama saat ia menjadi pemakai narkoba dulu, Ida tentu tak akan tertular HIV. Tapi sepertinya ini adalah hal yang sulit. Jarum suntik tidak dijual di warung-warung, dan bila seseorang tengah memakai narkoba, sangat jarang seorang pemakai cukup berakal sehat untuk mencari jarum yang steril. Karenanya, langkah terbaik untuk mencegah HIV/AIDS adalah berhenti memakai narkoba. Tapi jika belum bisa, maka usahakan sebisa mungkin untuk tidak memakai spet dan jarum suntik bekas orang lain. Kita tak pernah tahu apakah seseorang itu terkena HIV atau tidak, hanya dari penampilan luar. Bahkan tes laboratorium pun harus menunggu tenggang waktu tertentu untuk menjadi positif. Maksudnya, jika seseorang tertular HIV, maka hasil tesnya baru akan positif sekitar 1-2 bulan kemudian. Yakni setelah terbentuk antibodi terhadap HIV.
Suami Ida memang melakukan kesalahan fatal. Seorang bekas pemakai narkoba sangat tinggi beresiko tertular HIV. Meskipun tampak sehat, ia harus tetap memeriksakan diri terhadap kemungkinan HIV. Selain untuk dirinya sendiri, juga agar pasangan hidupnya tak terimbas efek kesalahan masa lalunya.

Tapi semua sudah terlanjur. Karena Ida saat itu juga belum tahu, bahwa sangat penting untuk menghindari seks tanpa kondom dengan seseorang yang belum terbukti HIV negatif. Siapapun orang itu. Berapapun besarnya cinta kita padanya. Apalagi jika ia termasuk orang yang beresiko tertular HIV seperti pengguna narkoba, mantan pengguna narkoba, pekerja seks komersial(PSK), pengguna PSK, dan kaum homoseksual. So, jika bicara tentang HIV/AIDS, don’t trust any body! Jauhi narkoba, pakai spet dan jarum suntik steril, dan gunakanlah kondom.

Bukan apa-apa. Karena berbeda dengan penyakit yang lain, sampai saat ini obat penyembuh untuk HIV/AIDS masih belum ditemukan. Tapi jangan berkecil hati. Pemerintah menyediakan obat anti retroviral gratis di beberapa tempat, terutama rumah sakit pemerintah yang terbukti efektif memperlambat perkembangan penyakit ini. Pada banyak kasus, pemberian obat ini memperbaiki kondisi kesehatan ODHA(Orang Dengan HIV/AIDS), dan meningkatkan kualitas hidup. Sudah selayaknya ODHA berhak hidup tanpa diskriminasi.

Ida memang terlanjur mengidap HIV. Tapi bukan berarti hidup selesai sampai di situ. Di sebuah artikel di Kompas Cyber Media yang ditulis oleh Jodhi Yudono, ada sebuah pertanyaan yang sangat indah kepada seorang pengidap HIV. Mengapa tak belajar menjadi daun, yang tetap bermanfaat bagi kehidupan kendati ia telah rontok ke tanah? Dimana saat ia layu dan kering, ia bisa menjadi kompos, yang di atasnya tumbuh tunas pohon.

Tak peduli karena HIV/AIDS atau karena tertabrak mobil yang tiba-tiba memotong trotoar tempat kita berjalan, kita toh tetap akan mati. Kita harus belajar dari pengalaman Ida dan suaminya, dan membantu ODHA belajar untuk menjadi daun yang akan tetap bermanfaat setelah jatuh ke tanah. Dan insya Allah, kita pun pelan-pelan akan berubah menjadi daun pula.

3 Tanggapan

  1. Benar-benar menggugah mas, saya kagum.
    Selama beberapa tahun terakhir saya banyak bertemu orang yang secara tidak sadar sudah kehilangan kepekaannya akan kasih karena obsesinya kepada dunia.
    Senang rasanya mengetahui orang yang mengajak untuk

    belajar untuk menjadi daun yang akan tetap bermanfaat setelah jatuh ke tanah

  2. 4JJ huakbar………
    saya kagum mas….
    padahaL saya Duta anak Hiv/aids jawa Barat.
    saya juga iNgin mem buat masyarakat iNdoNesia mempeRhatikan Para oDha….

  3. thx udah mampir…
    ayo, kita bersama pasti bisa (kayak kampanye partai wae 🙂 )

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: